Suku bangsa Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia yang jumlahnya cukup besar. Suku bangsa Batak terbagi menjadi beberapa sub-etnik, yaitu: Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Adapun daerah asal mereka berada di Pulau Sumatera bagian utara, yang sebagian besar merupakan wilayah administratif Propinsi Sumatera Utara.
Masyarakat Batak memiliki beraneka ragam tradisi. Kegiatan masyarakat Batak di dalam tatanan adat dan budaya benar-benar telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap memikirkan dan berlandaskan pada kelayakan dalam kewajaran yang berpedoman pada adat dan kebiasaan mereka. Keberadaan tradisi dan upacara adat dianggap memiliki makna dan diyakini di dalam kehidupan masyarakat Batak.
Baca Juga : Jenis-jenis Kain Ulos Beserta Fungsinya
Manulangi Natua-Tua merupakan sebuah upacara adat masyarakat Batak yakni memberi makan kepada orangtua.Upacara ini khusus dilakukan kepada orangtua ketika mereka sudah menginjak masa tua.Selain itu, upacara ini biasanya juga dilakukan ketika orangtua tersebut sudah memasuki masa kritis (mendekati kematian). Upacara manulangi natua-tua ini hanya dapat dilakukan jika orangtua tersebut sudah memiliki cucu. Umumnya, upacara adat ini dilakukan oleh masyarakat yang berada di daerah perantauan.
Kegiatan masyarakat Batak di dalam tatanan adat dan budaya adalah benar-benar bagian dari hidup dan kehidupan mereka. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap memikirkan dan berlandaskan pada kelayakan dalam kewajaran yang berpedoman pada adat dan kebiasaan masyarakat. Kegiatan tersebut (tradisi dan upacara adat) di dalam kehidupan masyarakat Batak dianggap memiliki makna dan diyakini oleh mereka yang melakukannya. Dari sekian banyak kegiatan upacara dan acara adat Batak, yang masih sering dilaksanakan ialah manulangi (menyuapi atau memberi makan).
Kegiatan masyarakat Batak di dalam tatanan adat dan budaya adalah benar-benar bagian dari hidup dan kehidupan mereka. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap memikirkan dan berlandaskan pada kelayakan dalam kewajaran yang berpedoman pada adat dan kebiasaan masyarakat. Kegiatan tersebut (tradisi dan upacara adat) di dalam kehidupan masyarakat Batak dianggap memiliki makna dan diyakini oleh mereka yang melakukannya. Dari sekian banyak kegiatan upacara dan acara adat Batak, yang masih sering dilaksanakan ialah manulangi (menyuapi atau memberi makan).
Upacara manulangi ini dapat terjadi dalam beberapa konteks peristiwa. Misalnya, seorang wanita yang hamil untuk pertama kali. Contoh lainnya ketika seorang wanita sudah lama tidak melahirkan satu anak pun, pergi beserta suami dan para kerabat ke rumah orangtuanya untuk manulangi dengan tujuan supaya ia diberkati dan melahirkan anak. Upacara adatmanulangi ini juga dapat dilakukan kepada seorang ayah atau ibu yang sudah tua (manulangi natua-tua) untuk memohon atau meminta berkat darinya.
Tradisi ini tidak bisa sembarangan dilakukan. Tradisi ini dilakukan dengan syarat semua anak cucunya berkumpul dan keadaan sang orang tua, maaf, sudah mendekati ajalnya. Semua anak dan cucunya harus melakukan musyawarah kapan tradisi tersebut dilakukan. Syaratnya memang susah untuk dipenuhi, mengingat suku Batak dikenal suka merantau demi memenuhi falsafah hamoraon, hagabeon, dan hasangapon (kekayaan, kehormatan, dan keturunan). Semakin terkenal anaknya, semakin terpandang keluarganya. Jangan heran orang tua suku Batak Toba rela menyekolahkan anaknya tinggi-tinggi demi meraih falsafah tersebut.
Bila waktu telah disepakati, tradisi tersebut dapat dilakukan. Pada tradisi tersebut, yang menyuapi pertama kali adalah putra tertua hingga termuda beserta istrinya. Pada adat Batak Toba sendiri, posisi pria lebih tinggi karena selain membawa marga, juga dituakan dalam adat.
Siklus pemberian makanan kepada orang tua sendiri dilanjutkan dengan cucu tertua dari putra tertua hingga cucu termuda dari putra termuda. Setelah keturunan anak-anak laki-laki, dilanjutkan dengan urutan putri tertua hingga termuda beserta suaminya sampai berakhir pada cucu tertua dari putri tertua dan cucu termuda dari putri termuda. Setiap keturunan memberikan tiga suapan sambil memberikan kata-kata kasih sayang.
Hidangan tradisi ini berasal dari daging kerbau atau babi yang harus disembelih sendiri. Suku Batak Toba menghargai kerbau karena jasanya membantu petani di sawah. Khusus untuk acara saur matua, daging kerbau boleh disajikan mengingat orang tua sudah lepas dari tanggung jawabnya. Daging kerbau bisa diganti dengan daging babi, tergantung kondisinya.
Meski tradisi ini terlihat sekadar saling suap-menyuapi makanan kepada anggota keluarga, tapi tradisi ini punya makna yang amat dalam. Manulangi natua-tua menggambarkan siklus hidup seseorang dari anak-anak, remaja, dewasa, menikah, hingga memiliki keturunan. Tiap fase dalam siklus tersebut menggambarkan perubahan status sosial seseorang. Tradisi ini adalah masa yang tepat untuk memanjatkan doa agar keturunannya senantiasa diberi berkah dan orang tua dijauhkan dari segala mara bahaya.
Dalam tradisi ini, kadang diadakan pula acara pembagian warisan. Semua warisan akan dibagi rata dan diberikan setelah orang tua tiada. Pembagian harta tersebut diadakan di awal acara dan dicatat. Kerabat dekat diundang untuk dijadikan saksi dalam pembagian harta tersebut.
Manulangi natua-tua merupakan salah satu contoh tradisi menghormati orang tua suku Batak Toba yang sudah turun-temurun. Pada kesempatan ini, orang tua merasa bahagia melihat anak cucunya berkumpul. Secara tidak langsung, tradisi ini juga jadi ajang untuk saling mengenal anggota keluarga yang lain.
FOLLOW
Baca artikel menarik lainnya di – batakita.com
sumber : farahdiba.it.student.pens.ac.id