Tradisi makan sirih merupakan warisan budaya masa silam, lebih dari 3000 tahun yang lampau atau di zaman Neolitik, hingga saat ini. Budaya makan sirih hidup di Asia Tenggara. Mardemban (mardaunbari), siapa diantara kita yang sudah pernah mencoba untuk mardemban?! Tentu tidak enak rasanya, bukan?! Rasa pedas, sepat, dan juga ada rasa kelat di lidah saat mengunyah demban (sirih). Mardemban (mardaunbari) adalah salah satu tradisi suku Batak yang sudah dilakukan sejak lama, bukan hanya untuk komsumsi sehari-hari namun juga digunakan untuk upacara adat Batak.
Demban atau daun sirih yang mengandung minyak atsiri yang mudah menguap berupa chavicol / chavibetle (C6H3OH) ini tegolong ke dalam jenis alkohol. Demban bisa dijadikan sebagai obat pered mulut, obat sariawan dan obat sakit gigi.
Campuran demban atau sirih terdiri dari, demban (sirih), pining (pinang), hapur (kapur sirih), gambir, serta timbaho (serat tembakau). Tentunya dengan komposisi yang pas agar jangan tarhapur atau mangurbak pamangan (luka atau iritasi di rongga mulut bagian mulut). Biasanya:
- 2 lembar daun sirih
- 2 lembar gambir
- 4 iris pining
- hapur (kapur sirih) secukupnya
- serta timbaho.
Timbaho ini biasa digunakan untuk membersihkan gigi saat mardemban (memakan sirih) yang disebut juga marsungkil. Sebenarnya banyak sekali manfaat dari mardemban ini.
Selain sebagai tradisi dan kebiasan, mardemban juga mempunyai banyak manfaat lainnya, antara lain:
- Menyehatkan dan menguatkan gigi, kadungan air sirih mampu membunuh bakteri dalam rongga mulut.
- Menyehatkan Badan dan Darah, air sirih juga memiliki kemampuan sebagai antioksidan buat tubuh.
- Pengharum aroma tubuh, air sirih mampu sebagai deodorant buat tuhuh sehingga tercium wangi dan segar.
- Higienis, air perasan sirih mampu menghilangkan keputihan dan membuat organ kewanitaan lebih sehat.
Baca berita seputar adat dan budaya Sumatera Utara di batakita.com
sumber : www.gobatak.com