ndonesia memiliki kekayaan alam yang sangat indah. Dibalik keindahan alamnya tersebut, Indonesia juga menyimpan ragam budaya, adat istiadat, dan juga tradisi yang hingga saat ini masih terjaga kelestariannya. Tradisi sendiri merupakan adat istiadat yang secara turun temurun dari nenek moyang yang masih dijalankan oleh masyarakat setempat. Tradisi di setiap daerahnya, pasti memiliki keunikan tersendiri, salah satunya Tradisi Lompat Batu yang berasal dari Nias.
Asal Usul Lompat Batu di Nias
Fahombo merupakan tradisi berupa melompati batu yang berasal dari Nias. Konon, pada saat masa kerajaan masih berdiri, sering terjadi peperangan antar wilayah. Dulu ketika masih ada peperangan wilayah, mereka diharuskan untuk memanjat pagar yang tinggi agar dapat mencapai benteng lawan. Maka dari itu, syarat bagi masyarakat yang akan ikut berperang sebagai prajurit adalah harus bisa melewati tumpukan batu setinggi 2 meter. Jika bisa melewati tumpukan batu tersebut, maka dianggap dewasa dan matang secara fisik.
Tradisi lompat batu disebut hombo atau fahombo dilakukan suku Nias, Provinsi Sumatera Utara. Tradisi ini hanya dilakukan oleh laki-laki. Tradisi ini bisa ditemukan Desa Bawomataluo. Desa adat di Kabupaten Nias Selatan yang kental dengan Tradisi Lompat Batu. Bawomataluo dalam bahasa Nias berarti bukit matahari. Penamaan desa tersebut sesuai dengan nama letaknya yang berada di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut. Desa ini telah dibangun berabad-abad yang lalu.
Fungsi Tradisi Lompat Batu
Zaman sekarang, tradisi melompati batu tidak lagi dijadikan untuk syarat sebagai prajurit. Tradisi ini digunakan sebagai media para pemuda di Nias untuk menunjukkan kedewasaan secara fisik. Tradisi ini juga digunakan untuk menguji ketangkasan pemuda. Masyarakat memaknai tradisi ini sebagai proses pendewasaan bagi pemuda dan pembentukan karakter yang kuat untuk menjalani kehidupan. Untuk melakukan ritual ini, dibutuhkan latihan yang keras dan cukup waktu untuk melakukannya. Sehingga akan sangat membanggakan apabila ada pemuda yang berhasil melewati batu dengan sempurna. Bahkan bagi mereka yang berhasil melakukan tradisi tersebut akan merayakan keberhasilannya dengan syukuran adat.
Dalam perkembangannya sampai sekarang, lompat batu masih dilestarikan dan juga menjadi simbol budaya masyarakat Nias. Tradisi ini juga masih sering dilakukan oleh beberapa kampung di Nias. Selain sebagai ritual adat, Tradisi ini juga menjadi daya tarik para wisatawan yang sedang berkunjung ke Nias.
Masyarakat Nias akan terus melakukan tradisi Lompat Batu tersebut sampai mereka menikah, setelah menikah barulah mereka tidak melakukan tradisi Lompat Batu tersebut.
Atraksi Lompat Batu ini bisa dilihat di Desa Bawomataluo Kecamatan Fanamaya Kabupaten Nias Selatan. Para pelompat biasanya mengenakan pakaian khas Nias dengan bernuansa hitam dilengkapi dengan aksen berawarna kuning dan merah, serta tidak menggunakan alas kaki saat melakukan atraksi tersebut.
Selain sebagai lokasi aktraksi Lompat Batu, Desa Bawomataluo sendiri merupakan destinasi populer di Nias Selatan yang ramai dikunjungi wisatawan, baik pada saat hari biasa maupun hari libur. Desa dengan jumlah 137 rumah adat omo sebua (Rumah Raja) di mana desa ini memiliki pola perkampungan dengan berbentuk T. Lompat Batu menjadi andalan para wisatawan selain berkunjung ke rumah-rumah adat dan lokasi surfing.
Desa Bawomataluo secara harfiah memiliki makna Bukit matahari diperkirakan didirikan antara tahun 1830-1840. Desa tradisional ini berlokasi di atas bukit dengan ketinggian 270 meter diatas permukaan laut, didirikan ditempat yang tinggi agar dapat melihat dengan mudah musuhnya yang datang.
Tradisi dari Nias Sumatera Utara ini bukan hanya sekedar permainan atau ciri khas biasa, tetapi terdapat nilai-nilai penting yang ada di dalamnya terutama dalam nilai kehidupan, kebersamaan, dan kebudayaan.
Lompat Batu atau Hombo Batu awal mulanya merupakan sebuah ritual inisiasi pria muda menjadi pria dewasa dan menjadi seorang prajurit. Sebagai seorang prajurit pria tersebut harus mampu melewati batu yang tinggi, sehingga jika berhasil maka dapat diziinkan untuk ikut berperang. Konon katanya syarat tersebut tercipta karena pada zaman dahulu desa-desa di Nias dikelilingi pagar batu yang cukup tinggi, maka dari itu Lompat Batu sebagai syarat agar saat berperang para prajurit dapat melompati benteng tembok pertahanan saat menyerang musuh.
Tradisi Lompat Batu di Nias masih masih terus dilestarikan hingga saat ini. Namun, seiring berjalannya waktu tradisi tersebut sudah bukan menjadi tradisi sebagai syarat untuk mengikuti peperangan, melainkan menjadi salah satu simbol sebagai budaya masyarakat Nias.
Dalam tradisi lompat batu terdapat penerapan gerak parabola, karena lintasan yang dilalui oleh pelompat batu berbentuk parabola. Berikut adalah tinjauan gerak yang dilakukan pelompat batu pada sumbu x dan y
- Pelompat memulai lompatan pada batu pijakan, dalam Bahasa Nias disebut tara hoso.
- Pelompat batu bergerak vertikal ke atas
- Lintasan gerak pelompat batu membentuk kurva parabola
Dalam gerakan lompat batu tersebut, dapat diperoleh beberapa data besaran, yaitu waktu (t), posisi arah horizontal (x), posisi arah vertikal (y), sehingga dapat dihitung berapa kecepatan masing-masingnya. Hubungan antara besaran-besaran ini juga dapat digambarkan melalui grafik. Selain itu, besaran lain, seperti percepatan, ketinggian maksimum juga dapat diperoleh.
Dalam kegiatan lompat batu, pelompat harus berlari cepat agar mempunyai kekuatan yang besar sebelum melakukan tolakan pada batu pijakan dan membutuhkan kemiringan yang tepat pula.
Semakin besar kecepatan awal yang dilakukan pelompat, maka akan kian besar pula gaya tolakan pelompat, sehingga ia bisa memindahkan tubuhnya ke arah atas batu. Lintasan yang dilalui pelompat batu ketika di udara membentuk sebuah jalur kurva, yaitu parabola.
Tradisi lompat batu ini sangat bagus diintegrasikan dalam pembelajaran fisika materi gerak parabola. Cara ini bisa mengubah persepsi siswa yang kebanyakan menganggap bahwa fisika itu sulit dan hanya berisi hitung-hitungan, menjadi pembelajaran yang menyenangkan serta bermakna. Sebab, selain belajar konsep fisika siswa juga belajar mengenal budaya bangsanya.
Karena saat ini perang adat sudah tidak pernah lagi terjadi, Hombo Batu ini sekarang diteruskan sebagai budaya saja. Namun tradisi ini tetap dilestarikan sampai sekarang terutama sebagai salah satu bentuk ritual upacara dan simbol budaya masyarakat Nias.
Baca artikel lainnya mengenai seputar sumut di batakita.com
sumber: https://www.goodnewsfromindonesia.id/2019/08/19/lompat-batu-sebagai-simbol-budaya-masyarakat-nias
hastag: #budayabatak #Lompatbatu #Hombobatu #nias #sumut #terpilih