Budaya Batak memiliki nilai-nilai tinggi. Ini dapat diindikasikan dari adanya sistem adat-istiadat, sistem kekerabatan (hubungan kekeluargaan dan kemasyarakatan), karya sastra (di dalamnya terkandung bahasa, aksara, puisi, prosa, pantun, perumpamaan, ungkapan hikmat dan kebijaksanaan, dll), karya seni (nyanyian, tarian, arsitektur bangunan, tenunan, ukiran dan relief), dan perkakas rumah tangga.
“Bangso (Bangsa) Batak harus mensyukuri dua hal: Pertama, Bangso Batak memiliki Budaya yang tinggi, dan kedua Bangso Batak memiliki Kekristenan. Bukan sebuah kebetulan orang Batak berbudaya tinggi dan menjadi Kristen, tetapi ini adalah anugerah dari TUHAN,” lanjut Prof Simanjuntak di depan peserta diskusi yang dihadiri para pelayan Gereja, guru-guru, pemuda (naposo), dan orang tua.
Tidak banyak suku-suku bangsa di dunia memiliki kelengkapan budaya seperti yang dimiliki bangso Batak. Ini menunjukkan bahwa bangso Batak kaya akan budayanya dan bernilai tinggi.
Karena Budaya Batak memiliki nilai-nilai atau norma-norma tinggi, maka masyarakat Batak yang hidup dalam budayanya tersebut memiliki kualitas moralitas, kesopanan, kesantunan, toleransi, dan religiositas yang tinggi.
Hal tersebut sudah teralami di masyarakat Batak pada generasi-generasi sebelumnya. Di masa mereka terlihat peradaban Batak yang luhur dan mulia. Bukti-bukti sejarah dan peninggalan-peninggalan mereka masih dapat kita temukan, misalnya ruma (rumah) Batak, tenunan ulos, dan gorga. Ini menjadi tanggung jawab generasi Batak pada masa kini mewariskannya kepada generasi muda yang akan datang.
Nilai inti budaya (core values of culture) adalah nilai yang dianut bersama yang menjadi kekhasan suatu budaya. Ada tujuh inti nilai budaya suku Batak, yaitu kekerabatan, agama, hagabeon, hamoraon, uhum dan ugari, pengayoman, serta marsisarian. Berikut ini penjelasan ketujuh nilai tersebut secara ringkas.
- Kekerabatan
Nilai kekebaratan atau keakraban atau dikenal juga dengan istilah partuturan merupakan nilai budaya yang utama bagi masyarakat Batak. Tidak ada perbedaan baik pada Batak Simalungun, Toba, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Angkola semuanya menempatkan nilai kekerabatan pada posisi pokok. Hal ini dapat kita lihat pada pelaksanaan adat dalihan natolu dan tutur sapa karena ada ikatan darah (marga) maupun karena pertalian perkawinan.
2. Agama
Nilai agama atau kepercayaan dipegang sangat kuat oleh suku Batak. Agama yang dianut oleh suku Batak sangat bervariasi. Salah satu kepercayaan asli nenek moyang yang masih dianut oleh sebagian orang Batak adalah Parmalim. Ada wilayah Batak yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam seperti Angkola dan Mandiling, ada wilayah Batak yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen seperti Batak Toba, dan ada wilayah Batak yang prosentase penganut agamanya berimbang seperti wilayah Batak Simalungun, Karo dan Pakpak. Mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya.
3. Hagabeon
Hagabeon berarti panjang umur dan beranak cucu yang banyak. Lebih dari itu diharapkan seseorang dapat mengawinkan anak-anaknya dan memiliki cucu sebelum meninggal. Sering sekali dalam pesta adat kita mendengar umpasa yang berkata: Gadu-gadu ni Silindung, tu gadu-gadu ni Sipoholon, Sai tubu ma anakmuna 17 dohot borumuna 16 (memiliki anak laki-laki 17 dan anak perempuan 16), menjelaskan betapa pentingnya keturunan bagi suku Batak. Namun zaman sekarang ini sudah terjadi pergeseran dari kuantitas keturunan menjadi kualitas keturunan.
4. Hamoraon
Nilai kekayaan atau hamoraon yang dimaksud suku Batam adalah keseimbangan aspek spiritual dan material yang ada pada diri seseorang. Kekayaan dan jabatan yang melekat pada seseorang tidak ada arti jika tidak didukung spritual. Oramg yang suka menolong sesamanya akan dipandang terhormat.
5. Uhum dan Ugari
Hukum bagi orang Batak mutlak untuk ditegakan dan pengakuaanya tercermin pada kesungguhan dalam penerapannya menegakan keadilan. Setiap orang Batak yang menghormati uhum, ugari (kebiasaan), dan janjinya dipandang sebagai orang batak yang sempurna. Oleh sebab itu, orang Batak selalu berterus terang dan apa adanya tidak banyak basa-basi.
6. Pengayoman
Tugas pengayom (pelindung) ini utamanya berada di pihak hula-hula dan yang diayomi adalah pihak anak boru. Sejatinya setiap orang adalah pengayom bagi pihak lainnya. Karena posisi seseorang dalam adat dapat berubah dari boru menjadi hula-hula dan demikian sebaliknya.
7. Marsisarian
Marsisarian artinya saling mengerti, menghargai, dan saling membantu. Di dalam kehidupan ini harus diakui masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga saling membutuhkan pengertian, bukan saling menyalahkan.
Bila terjadi konflik diantara kehidupan sesama masyarakat maka yang perlu dikedepankan adalah prinsip marsisarian. Prinsip marsisarian merupakan antisipasi dalam mengatasi konflik/pertikaian.
Pada masa sekarang Budaya Batak makin tergerus, bahkan terkontaminasi dari pengaruh-pengaruh negatif dan terbawa arus zaman. Akibatnya generasi muda Batak makin jauh dari Budaya Batak. Harus ada upaya melestarikan kembali budaya Batak kepada generasi muda Batak sebelum punah budaya tersebut. Nilai inti dari suatu budaya bangsa atau suku bangsa biasanya mencerminkan jati diri suku atau bangsa yang bersangkutan. Sedangkan jati diri itu maksudnya merupakan gambaran atau keadaan khusus seseorang yang meliputi jiwa atau semangat daya gerak spiritual dari dalam. Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa nilai inti budaya Batak cukup luas. Ada tujuh nilai inti budaya Batak 1. Kekerabatan Nilai kekerabatan atau keakraban berada di tempat paling utama dari tujuh nilai inti budaya utama masyarakat Batak. Hal ini terlihat baik pada Toba maupun Batak Angkola, Mandailing dan Sub suku Batak lainnya. Semuanya sama-sama menempatkan nilai kekerabatan pada urutan yang paling pokok.
Baca Juga hal-hal yang berkaitan dengan sumut di batakita.com
Sumber : http://danautoba.org/budaya-batak-memiliki-nilai-nilai-tinggi-mari-lestarikan/