Tanah karo merupakan sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Ibu Kota Tanah Karo adalah Kabanjahe, yang berjarak sekitar 78 kilometer dari Kota Medan, ibu kota Sumatera Utara. Ibu kota kabupaten ini terletak di kecamatan Kabanjahe. Kabupaten Karo memiliki luas wilayah 2.127,25 km² dan jumlah penduduk pada tahun 2020 sebanyak 404.998 jiwa, dengan kepadatan 190 jiwa/km².
Peta Administrasi Kabupaten Karo
Pada pertengahan tahun 2014, menurut proyeksi penduduk diperkirakan sebesar 382.622 yang mendiami wilayah seluas 2.127,25 Km². Kepadatan penduduknya diperkirakan sebesar 180 jiwa/ Km². Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo yang menjadi bagian dari area Bukit Barisan Sumatera Utara dan sebagian besar wilayahnya merupakan dataran tinggi. Dua gunung berapi aktif terletak di wilayah ini yaitu Gunung berapi Sibayak yang masih aktif dan berlokasi di atas ketinggian 2.172 meter dari permukaan laut dan gunung Sinabung. Arti kata Sibayak adalah Raja. Berarti Gunung Sibayak adalah Gunung Raja menurut pengertian nenek moyang suku Karo. Selain kedua gunung berapi tersebut, masih terdapat sejumlah gunung lainnya yang tinggi seperti gunung Ketaren, gunung Barus, gunung Sibuaten, gunung Macik, gunung Sipiso-piso, gunung Sembah Bala, gunung Kutu, gunung Pabo, gunung Singkut, gunung Gajah, gunung Pertekteken dan lainnya. Terletak sejauh 77 km dari kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Selatan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir, sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun dan sebelah Barat dengan Propinsi Nangroe Aceh Darusalam. Wilayah Kabupaten Karo terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada diketinggian tersebut, Tanah Karo mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 15,6ºC sampai dengan 23,0ºC dengan kelembaban udara rata-rata setinggi 89,12 %. Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan Juli. Curah hujan di Kabupaten Karo pada perhitungan ditahun 2014 tertinggi pada bulan April sebesar 348 MM dan terendah pada bulan Juli sebesar 17 MM sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan November sebanyak 23 hari dan terendah pada bulan Januari dan Juni sebanyak 4 hari.
Kabupaten Karo memiliki batas wilayah yaitu sebagai berikut:
- Utara : Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli Serdang
- Timur : Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Samosir
- Selatan : Kabupaten Dairi
- Barat : Kabupaten Aceh Tenggara
Kabupaten Karo terdiri dari 17 kecamatan, 10 kelurahan, dan 259 desa dengan luas wilayah mencapai 2.127,25 km² dan jumlah penduduk sekitar 404.998 jiwa (2020) dengan kepadatan penduduk 190 jiwa/km².
Sejarah Kabupaten Karo
Tanah Karo terbentuk sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II setelah melalui proses yang sangat panjang dan dalam perjalanan sejarahnya Kabupaten ini telah mengalami perubahan mulai dari zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang hingga zaman kemerdekaan.
Sebelum kedatangan penjajahan Belanda diawal abad XX di daerah dataran tinggi Karo, di kawasan itu hanya terdapat kampung (Kuta), yang terdiri dari satu atau lebih “kesain” (bagian dari kampung). Tiap-tiap kesain diperintah oleh seorang “Pengulu”. Menurut P. Tambun dalam bukunya “Adat Istiadat Karo”, Balai Pustaka 1952, arti dari pengulu adalah seseorang dari marga tertentu dibantu oleh 2 orang anggotanya dari kelompok “Anak Beru” dan “Senina”. Mereka ini disebut dengan istilah “Telu si Dalanen” atau tiga sejalanan menjadi satu badan administrasi/pemerintahan dalam lingkungannya. Anggota ini secara turun menurun dianggap sebagai “pembentuk kesain”, sedang kekuasaan mereka adalah pemerintahan kaum keluarga.
Di atas kekuasaan penghulu kesain, diakui pula kekuasaan kepala kampung asli (Perbapaan) yang menjadi kepala dari sekumpulan kampung yang asalnya dari kampung asli itu. Kumpulan kampung itu dinamai Urung. Pimpinannya disebut dengan Bapa Urung atau biasa juga disebut Raja Urung. Urung artinya satu kelompok kampung dimana semua pendirinya masih dalam satu marga atau dalam satu garis keturunan.
Berbicara mengenai Kabupaten Karo, maka tidak lepas dari sejarah asal-usul orang yang mendiami wilayahnya yaitu suku Karo. Suku karo adalah suku bangsa yang mendiami tanah Karo tentunya dan beberapa daerah lain disekitarnya seperti di Karo Baluren ( Kabupaten Dairi ), Simalungun, Deli Hulu ( Kabupaten Deli Serdang ), Langkat, dan beberapa daerah lainnya yang penduduk bersuku Karo tapi tidak terkonsentrasi secara massal diwilayahnya. Suku Karo tidak mau disebut sebagai suku Batak karena menurut mereka asal-usul diri mereka bukanlah dari keturunan Si Raja Batak , melinkan keturunan seorang panglima perang bernama Karo yang berasal dari kerajaan Cola di India selatan. Dikisahkan dulu ada seorang raja yang membawa rombongan besar termasuk sang panglima dan putri raja bernama Miansari untuk mencari wilayah baru agar wilayah kerajaannya menjadi luas. Rombongan ini berlayar dan menemukan pulau yang subur yang sekarang dikenal sebagai pulau Penang di Malaysia. Rombongan terus bergerak mencari wilayah yang lebih luas lagi. Namun diperjalanan terjadi badai besar yang membuat kapal rombongan mereka tercerai berai. Rombongan raja terdampar di pulau lain, dan rombongan panglima beserta Miansari terdampar di pulau yang lebih luas dan subur yang sekarang dikenal sebagai pulau Sumatera. Tempat mereka terdampar sekarang dikenal sebagai daerah Belawan, Medan. Rupanya panglima Karo dan putri Miansari sudah lama saling memendam rasa cinta, hingga mereka sepakat menikah dan disaksikan rombongan yang ikut serta. Setelah menikah mereka terus melanjutkan perjalanan mengikuti aliran sungai menuju pedalaman dan kemudian beristirahat. Daerah tempat peristirahatan pertama mereka sekarang dikenal sebagai daerah Durin Tani yang berada di kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang. Mereka beristirahat didalam gua yang sekarang dinamakan gua Umang. Karena dianggap belum aman maka mereka mencari tempat lain dengan mengikuti sungai menuju pegunungan dan tiba didaerah yang sekarang dinamakan Sikeben yang masih masuk daerah Sibolangit. Karena ada keinginan mencari tempat tinggal yang indah pemandangannya, maka mereka terus berjalan hingga menemukan daerah yang sekarang bernama Mulawari, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo dan mendirikan perkampungan disana. Dengan demikian mereka adalah pendiri tanah Karo. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai tujuh orang anak dimana anak pertama hingga keenam perempuan dan anak terakhir laki-laki yang bernama : Corah, Unjuk, Tekang, Girik, Pagit, Jile dan akhirnya lahir anak ketujuh seorang laki-laki diberi nama Meherga yang berarti berharga atau mehaga (penting) sebagai penerus. Dari sanalah akhirnya lahir Merga bagi orang Karo yang berasal dari ayah (pathrilineal) sedangkan bagi anak perempuan disebut Beru berasal dari kata diberu yang berarti perempuan. Merga akhirnya kawin dengan anak Tarlon yang bernama Cimata. Tarlon merupakan ipar dari Karo, adik bungsu dari Miansari. Dari Merga dan Cimata kemudian lahir lima orang anak laki-laki yang namanya merupakan lima induk merga etnis Karo, yaitu:
- Karo-Karo
- Ginting
- Sembiring
- Peranginangin
- Tarigan
Berikut ada 6 Fakta Menarik Seputar Kabupaten Karo.
SUKU KARO
Mayoritas dan penduduk asli dari kabupaten Karo adalah suku Karo atau Batak Karo dan tersebar di semua kecamatan di Karo. Suku ini memiliki bahasa yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Sebagian lainnya adalah suku terdekat Karo, yakni suku Batak Pakpak, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Angkola. Ada pula sebagian kecil suku pendatang, seperti Jawa, Minangkabau, Aceh dan Indonesia, yang umumnya banyak terdapat di Kecamatan Kabanjahe dan Berastagi, serta kecamatan perbatasan dengan Aceh, seperti di Mardingding dan Laubaleng.
Suku Karo adalah suku yang mendiami dataran tinggi Sumatera Utara tepatnya berada di Kabupaten Karo. Suku Karo memiliki sapaan khas yaitu “Mejuah-Juah” yang secara harafiah diartikan sebagai ucapan damai sejahtera, ucapan sehat-sehat bagi masyarakat Karo yang bertemu. Pada umumnya masyarakat Karo yang berada di Tanah Karo masih memegang erat adat dan budaya yang mereka yakini memberi kekuatan didalam melanjutkan kehidupannya. Adat dan budaya itu kemudian mengintegrasikan masyarakat Karo kepada suatu hubungan kekeluargaan yang sangat baik. Adat dan budaya Karo kemudian membuat masyarakat Karo menyadari pentingnya menjaga kerukunan dan keharmonisan antar masyarakat suku Karo. Adat dan Budaya itu terintegrasikan ke dalam suatu Sistem kekerabatan orang Karo yang sering dikenal dengan sebutan Rakut Si Telu secara harafiah arti Rakut= ikat Si= yang dan Telu= tiga artinya ikatan yang tiga. Rakut Si Telu ini meliputi: Kalimbubu, Pihak pemberi dara atau yang sering disebut sebagai allah yang kelihatan, kalimbubu adalah orang yang sangat dihormati dan bisa dikatakan sebagai pemberi berkat. Kalimbubu berkewajiban memberikan nasihat ataupun saran-saran kepada orang Karo atau kerabat terdekatnya. Sebagai orang yang dihormati, kalimbubu memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar di dalam sistem kekerabatan orang Karo, hal itu terlihat ketika pesta-pesta adat yang sedang berlangsung. Mereka harus dihormati secara adat maupun secara kehidupan keseharian masyarakat Karo. Kalimbubu biasanya dipanggil dengan sebutan Mama (Paman).
MUSEUM PUSAKA KARO
Museum yang terletak di Kota Berastagi ini menjadi bukti akan kekayaan budaya serta menjadi kiblat peradaban Suku Karo. Koleksi yang ada di Museum Pusaka Karo ini merupakan barang-barang milik puluhan warga yang dipinjamkan kepada museum untuk dipajang. Meski tidak besar, Museum Pusaka Karo memiliki koleksi sebanyak 800 buah benda antik yang berasal dari 1700-an. Ada berbagai alat pertanian, pertukangan, dan alat berburu yang dipajang, yaitu amak mbelang dan amak cur (sejenis tikar yang dianyam) dan tempat menyimpan dan menumbuk sirih dengan aneka ragam dan ukiran.
Di museum ini juga bisa ditemui koleksi Pustaka Lak-lak. Ini adalah buku aksara kuno milik Suku Karo yang terbuat dari kulit kayu beraksara Karo asli dan berisi mantra-mantra yang ditulis dengan tinta dari getah kayu. Pustaka Lak-lak ini terdiri dari banyak buku berukuran kecil, sedang, hingga ukuran besar. Buku-buku ini dulu sempat dibawa Belanda dari Tanah Karo. Pengunjung yang ingin menikmati pesona museum Karo ini tidak perlu mengeluarkan biaya tiket masuk. Soalnya, tempat wisata ini digratiskan. Kecuali ingin memberikan donasi secara sukarela agar keberlangsungan museum tetap aktif. Sebetulnya, gedung museum Karo yang dipakai ssat ini adalah bekas Gereja Katolik Santa Maria. Bangunan itu sengaja dihibahkan setelah muncul ide seorang Pastor Belanda yang tertarik untuk ikut melestarikan kebudayaan Indonesia setelah tinggal di Tanah Air selama 40 tahun lebih.
PENGHASIL SAYUR DAN BUAH DI SUMUT
Berastagi adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Karo dan merupakan kecamatan terbesar kedua di dataran tinggi Karo setelah Kabanjahe. Berastagi merupakan salah satu tujuan wisata yang populer di Sumatra Utara, dan berbatasan dengan Sibolangit. Berastagi merupakan salah satu penghasil sayur dan buah buahan terbesar di Sumatra Utara, bahkan sudah di ekspor ke Singapura dan Malaysia. Berastagi berada di ketinggian lebih dari 1300 mdpl, sehingga menjadikan kota ini salah satu kota terdingin di Indonesia.
Selain Gunung Sibayak dan Gunung dan Gunung Sinabung, Berastagi punya banyak destinasi wisata menarik lainnya. Salah satunya adalah Taman Alam Lumbini yang merupakan Replika Pagoda Shwedagon yang berada di Myanmar. Taman seluas kira-kira tiga hektare ini terletak di komplek International Buddhis Centre – Taman Alam Lumbini tepatnya di Desa Dolat Rayat, Kota Brastagi. Taman ini dipusatkan sebagai tempat peribadatan dan wisata religi agama Buddha. Secara keseluruhan, taman yang dikenal dengan nama pagoda emas ini masuk ke dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pagoda tertinggi di Indonesia dan merupakan replika tertinggi kedua di Asia Tenggara.
KULINER KHAS KARO
Kuliner unik khas suku Karo bernama Trites atau pagit-pagit berarti pahit. Makanan ini berbentuk sup dengan kuah berwarna cokelat. Bahan utamanya rumput isi perut besar sapi yang belum dicerna. Banyak orang yang beranggapan makanan ini berasal dari kotoran sapi. Tapi, isi perut yang dimaksud bukanlah kotoran (rumput) yang berasal dari usus besar atau dalam istilah biologi disebut reticulum, melainkan dari perut besar sapi dan belumlah menjadi kotoran.
Untuk mengurangi bau dan rasa pahit dari Trites, penjual biasanya menambahkan bumbu, seperti rimpang serta sayur-sayuran. Trites diyakini bergizi tinggi, bisa mengobati maag atau melancarkan sistem pencernaan. Kuliner khas lainnya dari Karo adalah Arsik Nurung Mas, Babi Panggang Karo, Manuk Getah, Kidu-kidu, Cincang Bohan, Cimpa Unung-unung, Tasak Telu dan lain-lain.
Kamu harus tau, yang diolah di sini bukan rumputnya melainkan air perasannya. Rumput akan diperas lalu disaring dengan kain tipis.Hal ini bertujuan supaya serat dalam rumput tidak masuk. Kemudian, air perasannya akan direbus hingga 3 jam sehingga menghasilkan kaldu yang gurih. Setelah direbus hingga 3 jam dan menghasilkan kaldu, barulah dimasukkan bahan lain seperti jeroan dan tulang sapi, kulit kayu, santan atau susu segar dan tentu saja bumbu khas Karo yang telah dihaluskan.
Tidak sembarang memasak, jika salah satu bumbu lupa atau tidak masuk ke dalam kaldu akan membuat rasa pagit-pagit hambat bahkan bisa menimbulkan bau amis, lho. Setelah selesai, pagit-pagit siap disajikan dengan nasi atau bisa disantap begitu saja. Soal rasa,kuliner unik ini memiliki cita rasa gurih dan sedikit pahit. Sedangkan aromanya sangat harum menggugah selera. Tak hanya memiliki rasa gurih dan nikmat, pagit-pagit juga berkhasiat mengobati penyakit maag, menambah nafsu makan serta dapat melancarkan pencernaan karena mengandung tanin yang cukup tinggi. Meski berfungsi sebagai obat, pagit-pagit sangat jarang ditemukan karena terbilang langka dan proses pengolahannya yang susah dan butuh waktu.
Biasanya pagit-pagit hanya disajikan setahun sekali di hari-hari tertentu masyarakat Karo, seperti ketika perayaan pesta Merdang Merdem. Konon merdang merdem merupakan kegiatan rutin setiap tahun yang biasanya dilaksanakan suku Karo setelah acara menanam padi di sawah selesai. Selain itu, kamu juga menjumpai pagit-pagit saat bertandang ke tanah Karo atau rumah makan Karo yang menyediakan makanan ini.
RUMAH ADAT KARO
Rumah Adat Batak Karo adalah salah satu rumah adat Sumatera Utara yang cukup menarik. Bentuknya sangat megah dan bertanduk. Rumah adat ini juga dikenal sebagai rumah adat “Siwaluh Jabu”. Siwaluh Jabu ditinggali oleh delapan keluarga dan masing-masing keluarga memiliki peran berbeda.
Proses pendirian rumah sampai kehidupan dalam rumah adat juga diatur oleh adat Karo. Rumah adat ini menggunkan konsep membangun yang menyesuaikan diri dengan iklim tropis lembap. Hal tersebut dapat dilihat dari sudut kemiringan atap yang cukup besar, dan lantai bangunan yang diangkat dari muka tanah.
Rumah adat Karo juga terkenal kerena keunikan teknik bangunan dan nilai sosial budaya di dalamnya. Rumah Adat Karo memiliki kontruksi yang tidak memerlukan penyambungan. Hal tersebut dapat dilihat dari semua kompenen bangunan seperti tiang, balok, kolam, pemikul lantai, konsol, dan lain-lain tetap utuh tanpa adanya melakukan penyurutan atau pengolahan.
PAKAIAN ADAT
Salah satu pakaian adat Suku Karo adalah Uis Gara atau Uis Adat Karo yang sering dipakai dalam kegiatan adat dan budaya Suku Karo. Selain digunakan sebagai pakaian resmi dalam kegiatan adat dan budaya, pakaian ini digunakan pula dalam kehidupan sehari-hari masyarakat tradisional Karo.
Kata Uis Gara berasal dari Bahasa Karo, yaitu Uis yang berarti kain dan Gara yang berarti merah. Disebut sebagai “kain merah” karena secara umum, uis gara terbuat dari bahan kapas yang kemudian dipintal dan ditenun secara manual dan diwarnai menggunakan zat pewarna alami.
Cara pembuatannya tidak jauh berbeda dengan pembuatan songket, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin. Pakaian adat lainnya dari Suku Karo di antaranya adalah Uis Nipes, Uis Julu, Uis Gatip Jonkit, Uis Gatip Cukcak, Uis Pementing, dan Uis Kobar Dibata.
SUMBER
- https://etnografisumatera.wordpress.com/2016/04/06/kabupaten-karo-sejarah-demografi-dan-lokasi/
- https://petatematikindo.wordpress.com/2014/02/05/peta-administrasi-kabupaten-karo/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Karo
- https://web.karokab.go.id/profil/sejarah-kab-karo/755-sejarah-perkembangan-kabupaten-karo
- https://www.liputan6.com/lifestyle/read/4868502/6-fakta-menarik-karo-punya-pagoda-tertinggi-di-indonesia
- https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/15966/1/T2_752016040_BAB%20I.pdf
- https://www.pariwisatasumut.net/2020/05/museum-pusaka-karo.html
- https://www.indozone.id/food/yBsEggo/5-fakta-pagit-pagit-kuliner-unik-khas-karo-yang-beri-sensasi-makan-rumput-dari-perut-sapi/read-all