
sumber gambar : kompasiana.com
Mungkin disetiap daerah di Indonesia masih ada masyarakatnya yang masih percaya dan melakukan ritual-ritual yang berhubungan dengan roh orang mati.
Salah satunya suku Karo di Provinsi Sumatera Utara, banyak sekali upacara-upacara atau ritual yang dilakukan masyarakat di jaman dahulu. Bahkan dimasa sekarangpun masih ada segelintir orang Karo yang percaya terhadap adanya kekuasaan diluar manusia.
Kekuasaan ini dianggap mampu melindungi manusia dan melepaskannya dari bahaya serta memberi berkat kepada orang yang menyembahnya.
Baca Juga : Maranggir, Ritual Budaya Simalungun Di Bah Damanik

Perumah Begu merupakan upacara pemanggilan arwah seseorang yang sudah meninggal dan dapat berkomunikasi dengan roh-roh para leluhur dengan mengijinkan roh-roh itu masuk ke dalam tubuhnya. Upacara Perumah Begu masih ada diantara penganut Animisme.
Dalam upacara ini seorang dukun dapat berkomunikasi dengan para leluhur dengan mengijinkan roh-roh itu para leluhur untuk masuk kedalam tubuhnya. Tujuan dari upacara ini adalah supaya masyarakat dapat mengetahui tentang hal-hal yang akan datang.
Pada zaman dahulu unsur yang paling dekat dan bersangkutan dengan dunia adikrodati orang Karo adalah “begu” atau roh yang telah meninggal, khususnya almarhum sanak saudara (keluarga) dan nenek moyang. Berdasarkan kepercayaan orang Karo, begu adalah arwah (tendi) orang yang sudah meninggal. Ini pernyataan orang Karo yang sering didengar, roh menjadi begu, rambut menjadi ijuk, daging menjadi tanah, tulang menjadi batu, darah menjadi air dan nafas menjadi angin.
Dari sinilah orang atau Suku Karo memahami ada keterbatasan hidup dalam dunia tetapi ada juga kelanjutan hidup setelah kematian. Dalam pemahaman orang Karo, yang sudah meninggal masih dapat dihubungi dengan perantaraan dukun (guru sibaso). Dan roh itu yang dikenal dengan begu.
Sementara begu ada terbagi dua yaitu roh nenek moyang/keluarga adalah baik, karena dianggap dapat memberikan kebaikan. Sedangkan begu ganjang dikatakan roh yang jahat karena ia akan membunuh sang pemelihara yang tidak memberikan persembahan atau sesajen (mere man begu)/ beri makan.

Jadi pada umumnya orang Karo masih berhubungan dengan begu, hal ini terlihat dengan masih seringnya ada ritual-ritual agama asli (Pemena). Ada beberapa ritual agama asli (pemena) diantaranya, perumah begu (pemanggilan roh nenek moyang ke rumah), cibal-cibalen (semabh-sembahen), erduhap i kuburen (mencuci muka dikuburan seraya berkat), erpangir ku lau (berlangir atau keramas di sungai).
Dalam acara adat perumah begu yang menjadi perantara adalah seseorang Sierjabaten yaitu Guru yang dinamakan Guru Sibaso. Apabila yang meninggal seorang yang mempunyai status dihormati oleh masyarakat dan dia meninggal pada usia tua atau “Cawir Metua”. Maka acara adat perumah begu disertai dengan erkata gendang (permainan musik). Acara ini biasa dilakukan pada malam hari setelah makan malam selesai.
Acara adat perumah begu dapat juga dilakukan bertahun-tahun setelah seorang meinggal. Biasanya dilakukan apabila pihak keluarga merasa kangen atau rindu dengan yang telah meninggal. Dalam perumah begu ini, keluarga dapat bercakap-cakap atau berdialog dengan begu atau roh yang telah meninggal melalui perantara guru sibaso.
Namun di jaman modern ini, acara adat perumah begu telah hampir hilang dari masyarakat Karo karena pengaruh agama yang masuk ke Tanah Karo.

FOLLOW
Baca artikel menarik lainnya di – batakita.com
sumber : kompasiana.com