
sumber gambar : medan.tribunnews.com
Seperti diketahui, Kabupaten Simalungun di Provinsi Sumatera Utara itu banyak sekali mempunyai makanan khas. Sebab, setiap acara di Kabupaten Simalungun selalu dibarengi dengan acara makan-makan. Bahkan, ada beberapa jenis kuliner khas Kabupaten Simalungun yang sudah masuk sebagai salah satu kekayaan budaya Indonesia.
Sebagian besar orang/halak Simalungun di Sumatera Utara tentunya mengenal dan pernah mencicipi nikmatnya sensasi rasa NA HINASUMBA sebagai kuliner khas Simalungun. Sebenarnya ada Kuliner lainnya yang khas Simalungun, yaitu LABAR. Makanan ini sering dijadikan sebagai konsumsi atau hidangan di sela sela latihan di Galanggang Dihar Tortor Elakelak Simalungun di Habungan Bagas, Sirpang Daligraya, Kecamatan Raya, Simalungun.

Kuliner ini berbahan dasar ubi kayu dan daging, khususnya daging yang mengandung tulang lunak atau garap-garap (bahasa Simalungun). Daging yang biasanya digunakan diambil dari punggung ayam, buyut (daging tupai), leto (burung puyuh), dan lingkaboh (kelelawar buah).
Tetapi karena sekarang ini tidak lagi mudah mendapatkan daging tupai, puyuh, dan kelelawar buah, masyarakat di sana kemudian memanfaatkan daging unggas sebagai bahan utamanya. Meski berbahan dasar daging unggas, kuliner ini kontras berbeda dengan dayok nabinatur, baik dari historisnya, cara meraciknya dan segmentasi penikmatnya.
Cara membuat labar terbilang sederhana. Bahan dasar yang diperlukan antara lain, daging ayam, singkong, lengkuas, sereh, kemiri, lada, bawang batak dan ubi (diparut/diserut), serta sikkam. Jika tidak ada ubi, bisa digantikan dengan kelapa parut. Tetapi di masa lalu, nenek moyang hanya memakai ubi, bukan kelapa.

Cara meresepnya tidaklah sulit. Daging ayam yang sudah dibakar kemudian dicincang bersama semua bumbu sampai benar-benar halus. Kemudian daging dan bumbu yang telah halus itu kemudian dicampur/diaduk dengan ubi parut, dengan catatan, setelah ubi diparut, musti diperas supaya kandungan airnya berkurang.
Nah campuran daging, bumbu dan serutan ubi itulah yang dinamakan labar. Labar ini pun sudah siap disajikan untuk disantap dengan nasi putih. Dianjurkan, ketika mencicipi labar , sebaiknya memakai nasi yang tidak dalam keadaan panas, (didinginkan beberapa waktu usai matang ditanak/dimasak) agar cita rasa Labar lebih kentara di mulut.
Jika dayok nabinatur awalnya dipersembahkan kepada raja, Labar justru makanan yang jamak dinikmati masyarakat akar rumput. Historisnya, secara geografis, daerah Simalungun sebagian besar merupakan pegunungan atau dataran yang agak tinggi. Di daerah seperti itu, tentu saja sulit mendapatkan ikan, karena jauh dari danau atau sungai.
Para leluhur yang kala itu hidup berburu, tidak selalu pulang membawa hasil. Sehingga mulai belajar beternak unggas, utamanya ayam. Tetapi ayam pun punya umur untuk bisa dipanen. Maka untuk mendapatkan asupan protein tinggi, para leluhur mengandalkan intuisi guna menemukan makanan alternatif. Terbersitlah ide mengonsumsi umbi-umbian maupun hidu (ulat bambu atau ulat sagu).

Ubi cukup mudah ditemukan dan gampang pula ditanam. Budidaya ubi bahkan tidak butuh banyak perhatian dan tenaga. Ibarat kata, batang ubi dilemparkan sembarangan pun masih mungkin tumbuh. Dengan ketersediaan ubi sebagai bahan tambahan makanan, para leluhur tidak lagi pusing kepala untuk mencukupi kebutuhan pangan sehari-hari. Satu ekor ayam dicampur dengan beberapa potong singkong dijadikan Labar, terasa cukup untuk mengenyangkan perut anak-anaknya. Soalnya, di masa lalu, orang hanya memasak sekali dalam sehari. Dan makanan yang dimasak dijatah untuk tiga kali makan, yakni pagi, siang dan malam). Dan makanan itu dibagi oleh belasan anak. Maka, menggunakan ubi sebanyak mungkin untuk bahan labar menjadi masuk akal.
Dengan historisnya yang panjang sekaligus kecerdasan daya cipta leluhur dalam mengkreasi makanan untuk menjawab persoalan di zamannya, patutlah kita menghargainya. Sebagai bentuk penghargaan yang selayaknya, maka kuliner yang satu ini perlu kita lestarikan. Bahkan kita dorong untuk diakui dan ditetapkan sebagai warisan budaya bukan makanan, khas Simalungun.

Baca artikel lainnya di batakita.com
sumber : indonesia.go.id