Tampaknya masyarakat sudah tidak asing dengan lagu khas batak berjudul “Butet”. TIdak hanya orang Batak, lagu ini juga banyak diketahui oleh masyarakat diluar suku Batak, bahkan mencapai mancanegara. Lagu “Butet” merupakan lagu daerah yang berasal dari Sumatra Utara. Biasanya, lagu Sumatra Utara cenderung bertempo cepat dan bersemangat, namun Butet memberi kesan berbeda karena bertempo pelan dan mendayu, sehingga memberi kesan yang mengharukan. Walau begitu, lagu ini termasuk lagu perjuangan karena menceritakan perjuangan Indonesia, tepatnya masyarakat Tapanuli, dalam memperebutkan kemerdekaan.
Berdasarkan sejarah lagu butet sampai saat ini tidak diketahui siapa pencipta lagu tersebut, hal itu dibuktikan dalam sampul kaset atau lagu yang sering dinyanyikan pada saat menjelang kemerdekaan yang nama penciptanya ditulis NN. Namun menurut pengakuan warga Sitahuis dan Desa Nagatimbul bahwa lagu itu dinyanyikan br Tobing warga Sitahuis sewaktu menina bobokan borunya (Butet dalam bahasa batak).
Apa makna lagu ini?
Berdasarkan lirik lagunya, lagu ini mengisahkan tentang keluarga yang sedang berperang di Tanah Batak untuk melawan musuh. Namun, beberapa sumber juga mengklaim bahwa lagu ini bercerita tentang seorang istri menunggu suami yang sedang berperang atau seorang ibu yang sedang menyanyikan lagu pada anak perempuannya sambil meberi pesan agar sang putri sabar menunggu ayahnya mengalahkan Belanda.
Perlu diketahui bahwa dalam bahasa Batak, butet merupakan nama panggilan yang diberikan pada seorang bayi perempuan yang belum diberi nama secara resmi. Di sisi lain, ada juga sumber yang bercerita bahwa lagu ini mengisahkan seorang ayah yang merindukan putrinya, namun tidak bisa bertemu karena masih di medan perang. Ia berharap putrinya akan tetap menunggu dan berjanji akan pulang jika berhasil di medan perang.
Asal usul lagu butet dimulai ketika lagu Butet dinyanyikan di Gua perjuangan yang terdapat di hutan Nagatimbul ini, dimana masyarakat Sitahuis dan Nagatimbul bersembunyi di gua tersebut, sementara kaum pria waktu itu berada di Sitahuis untuk berjaga-jaga dan sebagian ada yang mencetak uang ORITA (Oeang Republik Tapanoloe, yang merupakan ejaan lama). Dimana waktu itu tempat percetakan uang ORITA adalah di Sitahuis. Sewaktu putri br Tobing ini yang disebut Si Butet mau tidur ibunyapun menina bobokannya dengan lagu Butet,”aku sejumlah warga Desa Sitahuis dan Nagatimbul.
Masih seputar penjelasan warga, setelah Sitahuis dikuasi Belanda dan menjadikan Desa Sitiris yang masih satu Kecamatan dengan Sitahuis menjadi markas Belanda, percetakan uang Orita itupun dibakar sibontar mata (sebutan bagi Belanda) namun mesin cetak uang tersebut masih sempat diselamatkan dan dibawa kedalam gua perjuangan di hutan Nagatimbul. Aktivitas percetakan uangpun sempat berlanjut di gua tersebut, namun sangat disayangkan bahwa mesin cetak uang itu tidak diketahui dimana keberadaannya sekarang ini.
Sebagai lagu daerah Sumatra Utara, “Butet” juga memiliki ciri khas dan daya tariknya tersendiri. Mengisahkan tentang perjuangan Indonesia, tepatya rakyat Tapanuli, dalam memperebutkan kemerdekaan Indonesia, lagu ini pantas untuk dikenang dan dilestarikan. Sebagai warga Indonesia, sudah sepatutnya kita melestarikan lagu daerah sebagai wujud cinta tanah air dan penghargaan bagi para pejuang pada masa penjajahan.
Baca berita lainnya di – batakita.com
sumber : budaya-indo.com