
Sudahkah Anda menyiapkan rencana perjalanan untuk tahun 2025? Dunia pariwisata terus berkembang, menghadirkan tren-tren baru yang mengubah cara kita menikmati liburan. Dari destinasi unik hingga alasan mendalam di balik perjalanan, tahun ini akan dipenuhi dengan pengalaman wisata yang lebih bermakna.
Dalam industri perjalanan, tren wisata mencerminkan hubungan manusia dengan lingkungan sekitar. CEO Concept Bureau, Jasmine Bina, menegaskan bahwa tren wisata juga menjadi refleksi dari keinginan terdalam para pelancong. “Pilihan destinasi dan gaya perjalanan tidak hanya sekadar bentuk hiburan, tetapi juga manifestasi kebutuhan manusia untuk melepaskan diri dari rutinitas. Kini, wisata lebih dari sekadar liburan, tetapi juga pencarian pengalaman yang bisa mengubah hidup,” jelasnya.
Meskipun industri pariwisata mulai pulih dari dampak pandemi, berbagai faktor global seperti ketidakstabilan ekonomi, konflik geopolitik, dan perubahan kepemimpinan di Amerika Serikat, membuat prediksi tren wisata 2025 menjadi lebih kompleks. Menurut Bina, tren seperti wisata malam, liburan romantis, eksplorasi nostalgia, wisata tidur, hingga detoks digital menggambarkan bagaimana manusia terus mencari makna dalam perjalanan mereka. Pengamat perjalanan, Southan, juga menambahkan bahwa tren ini memberikan wawasan tentang nilai-nilai yang dianggap penting oleh wisatawan di seluruh dunia.
Berikut adalah tujuh tren wisata yang diprediksi akan menjadi favorit sepanjang tahun 2025:
1. Wisata Malam: Sensasi Berpetualang di Kegelapan

Wisata malam atau noctourism semakin diminati, terutama oleh mereka yang ingin menjelajahi pengalaman unik di luar rutinitas siang hari. Kegiatan seperti mengunjungi museum yang tetap buka hingga larut malam, menikmati pemandangan pantai bercahaya akibat bioluminesensi, hingga berburu aurora borealis akan semakin populer. Tahun 2025 diprediksi menjadi waktu terbaik untuk menyaksikan aurora borealis, seiring meningkatnya aktivitas matahari yang membuat fenomena ini semakin spektakuler. Destinasi utama seperti Lapland di Finlandia, Kepulauan Lofoten di Norwegia, dan Islandia akan menjadi pilihan utama para pencinta langit malam.
2. Eskapisme untuk Kedamaian: Menemukan Ketenangan Jauh dari Kebisingan

Konsep calmcations, atau liburan untuk mencari ketenangan, menjadi tren yang semakin digemari oleh mereka yang ingin melarikan diri dari hiruk-pikuk kota. Laporan WHO mengungkapkan bahwa polusi suara, terutama dari kendaraan, berdampak negatif pada kesehatan mental masyarakat di Eropa Barat. Perusahaan pelayaran seperti Havila Voyages menawarkan perjalanan hening di sepanjang pesisir Norwegia, dengan fasilitas pemantauan suara untuk membandingkan tingkat kebisingan antara alam dan kota besar seperti New York serta Paris. Sementara itu, penginapan seperti Unplugged dan Majamaja di Finlandia menghadirkan pengalaman menginap tanpa akses internet maupun televisi, memberikan wisatawan kesempatan untuk benar-benar menyatu dengan alam dan merasakan ketenangan sejati.
3. Kecerdasan Buatan dalam Dunia Wisata: Personalisasi Maksimal

Perkembangan kecerdasan buatan (AI) membawa perubahan signifikan dalam perencanaan perjalanan. Data dari Amadeus menunjukkan bahwa hampir 50% penggunanya mulai memanfaatkan AI untuk menyusun itinerary mereka. Beberapa perusahaan seperti Byway memanfaatkan AI untuk membantu merancang rute perjalanan bebas penerbangan yang lebih efisien. Platform seperti TripAdvisor juga mengadopsi teknologi AI untuk memberikan rekomendasi perjalanan yang lebih personal. Bahkan di dunia perhotelan, Hyatt telah memperkenalkan tempat tidur berbasis AI yang mampu memantau detak jantung dan tekanan darah tamu, menghadirkan pengalaman menginap yang lebih nyaman dan personal.
4. Romansa Liburan: Menjalin Koneksi di Tengah Perjalanan

Kelelahan akibat digitalisasi yang semakin masif membuat banyak orang ingin kembali membangun hubungan sosial secara langsung. Survei Forbes Health 2024 menunjukkan bahwa 79% Generasi Z merasa jenuh dengan kencan online. Hal ini mendorong tren mencari pasangan atau memperluas jaringan sosial saat bepergian. Banyak wisatawan solo yang kini memilih bergabung dengan paket perjalanan berkelompok yang dirancang khusus untuk mempertemukan orang-orang dengan minat yang sama. Perusahaan seperti G Adventures dan Flash Pack menawarkan program perjalanan yang memungkinkan pelancong bertemu, berinteraksi, dan berbagi pengalaman unik selama liburan mereka.
5. Destinasi Alternatif: Menghindari Keramaian, Menemukan Keindahan Baru

Semakin padatnya destinasi wisata populer membuat banyak pelancong mencari alternatif yang lebih tenang namun tetap menarik. Konsep “destinasi duplikat” semakin populer, di mana wisatawan memilih lokasi yang menawarkan pengalaman serupa dengan destinasi populer tetapi dengan jumlah pengunjung yang lebih sedikit. Misalnya, di Inggris, wisatawan kini mulai beralih dari Cornwall ke Norfolk. Di tingkat global, destinasi seperti Uzbekistan di Asia Tengah, Zanzibar dan Madagaskar di Afrika Timur, serta pulau Aldabra semakin menarik minat wisatawan. Sementara kota-kota besar seperti Roma, Tokyo, dan Milan masih menjadi magnet wisata, tantangan overtourism tetap menjadi isu utama yang perlu diperhatikan.
6. Safari di Destinasi Sejuk: Menghindari Panas Ekstrem

Perubahan iklim mulai mengubah kebiasaan wisatawan dalam memilih destinasi liburan. Gelombang panas yang ekstrem di negara-negara Eropa Selatan seperti Spanyol dan Italia mendorong wisatawan untuk mencari alternatif yang lebih sejuk. Pemesanan perjalanan ke negara-negara Nordik seperti Finlandia dan Norwegia meningkat hingga 26% pada 2024, dan tren ini diprediksi terus berlanjut pada 2025. Selain itu, perubahan iklim juga memengaruhi waktu terbaik untuk melakukan safari di Afrika. Jika sebelumnya musim terbaik berlangsung pada bulan Desember hingga Maret, kini pergeseran iklim membuat periode tersebut berubah, dengan banyak wisatawan lebih memilih waktu yang lebih nyaman dan harga yang lebih kompetitif.
7. Wisata Nostalgia: Menghidupkan Kenangan Lama

Kesuksesan tur dunia Taylor Swift hingga akhir 2024 menjadi bukti bahwa wisata berbasis nostalgia semakin diminati. Tren yang disebut New Heydays oleh Globetrender ini menunjukkan bahwa generasi Milenial yang kini berusia menengah ingin mengenang masa lalu mereka melalui perjalanan. Contohnya, kamp musim panas untuk orang dewasa semakin populer di Amerika Serikat, sementara di Eropa, program berkemah seperti Eurocamp menjadi pilihan yang banyak diminati. Bahkan di platform Airbnb, penginapan dengan tema nostalgia seperti Polly Pocket mulai menarik perhatian wisatawan yang ingin kembali merasakan keseruan masa kecil mereka.
Kesimpulan
Tren wisata 2025 tidak hanya menawarkan destinasi baru, tetapi juga pengalaman yang lebih bermakna. Dari wisata malam yang eksotis hingga perjalanan berbasis nostalgia, setiap tren mencerminkan perubahan kebutuhan manusia dalam mencari kedamaian, interaksi sosial, serta eksplorasi diri. Dengan semakin banyak pilihan unik yang tersedia, para pelancong kini memiliki kesempatan untuk merancang perjalanan yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memberikan dampak mendalam bagi kehidupan mereka.
Jangan ketinggalan berita terkini dan konten menarik dari Batakita!
Dukung Kami:
Belajar jadi mudah dan praktis!
Temukan eBook berkualitas di www.platihan.id dan upgrade kemampuanmu!
