Letak geografis Indonesia yang tepat di garis khatulistiwa menjadikan negara kita kaya akan segala sumberdaya alam. Tak muluk-muluk jika kemudian seluruh dunia memberi julukan terhadap Indonesia sebagai; “Negeri yang kolamnya susu, dan tanahnya emas”.
Indonesia dengan segala keanekaragaman sumberdaya alam, hutan hujan tropis yang menyimpan berjuta jenis flora dan fauna, keberagaman suku-bangsa dan etnis, serta multi adat-istiadat yang kesemuanya memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri.
Selain kekayaan sumberdaya alam Indonesia berupa keindahan pemandangan alam, seperti pegunungan yang sejuk, pantai yang hangat, laut yang biru, hamparan hijau hutan-hutan tropis, danau dengan tofografi yang memesona, ribuan air terjun dengan berbagai lanscape lengkap dengan kisah mistiknya dan banyak lagi pesona alam lainnya, juga terdapat situs-situs dari sisa kerajaan-kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia serta berbagai peninggalan warisan budaya kuno, berupa; candi, prasasti, sarkofagus, dan lain sebagainya.
Hal-hal tersebut di atas merupakan peninggalan sejarah dari sisa peradaban nenek moyang kita terdahulu yang bernilai tinggi dan menyimpan potensi wisata-budaya atau dalam istilah lain disebut sebagai wisata-religi untuk dikembangkan dan disajikan kepada para wisatawan, baik wisatawan manca-negara maupun wisatawan lokal/daerah. Sama halnya seperti objek wisata-budaya Aek Sipitu Dai (air tujuh rasa) yang terdapat di Desa Limbong Mulana, Kecamatan Sianjur Mula-mula, Pulau Samosir, Sumatera Utara.
Pulau Samosir merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Utara yang memiliki potensi wisata dengan keindahan alam yang luar biasa memesona seperti sungai-sungai, danau, situs-situs peninggalan bersejarah, situs budaya dan ciri khas lainnya sehingga tergolong daerah tujuan wisata. Salah satu daerah tujuan wisata di Pulau Samosir yang tersohor ini adalah situs objek wisata-religi Aek Sipitu Dai yang terdapat di Desa Limbong Mulana, Kecamatan Sianjur Mula-mula.
Objek wisata ini dapat dikembangkan menjadi salah satu situs wisata-budaya (wisata-religi). Pesona keindahan alam Danau Toba dan Pulau Samosir yang telah tersohor ke seluruh penjuru dunia dan berbagai situs-situs warisan budaya kuno di pulau bertekstur bebatuan ini, tentu akan mendukung perjalanan dan petualangan setiap wisatawan menuju objek wisata-budaya Aek Sipitu Dai.
Sebuah gunung berapi aktif di barat Danau Toba dipercaya orang Batak sebagai tempat raja mereka bermula. Puncak Pusuk Buhit, dalam legenda suku Batak dipercaya sebagai tempat kelahiran raja Batak. Puncak indah tersebut dikelilingi beberapa kecamatan, seperti Sianjur Mula-Mula, Harian Boho, dan Pangururan.
Sianjur Mula-Mula dipercaya sebagai perkampungan pertama yang dibangun sang raja. Dari desa inilah suku Batak bermula hingga menyebar ke berbagai daerah. Tidak mengherankan jika Kecamatan Sianjur Mula-Mula menyimpan destinasi wisata sejarah yang amat terkait dengan legenda para raja Batak.
Berdasar kisah legenda Batak, mata air ini berawal dari kisah Ompung Langgat Limbong, generasi kedua dari Marga Limbong, yang berusaha mencari sumber air. Karena tak kunjung mendapat air, ia pun berdoa. Setelah itu, ia tancapkan tongkatnya ke tanah. Beharap ada air yang keluar. Namun, ternyata tak ada yang terjadi. Sampai tujuh kali ia menancapkan tongkat, tetap saja air tak datang.
Di tengah rasa haus yang makin menjadi, Ompung Langgat Limbong kembali berdoa memohon air. Tak lama, dari tujuh lubang bekas tancapan tongkatnya mengalir air jernih.
Dalam versi legenda yang lain, kisah Boru Pareme dan pencarian pariban oleh Raja Lontung, anak dari Boru Parema. Pencarian itu malah berakhir di Aek Sipitu Dai yang ada di bawah Puncak Pusuk Buhit. Karena tak memiliki pariban, Raja Lotung berakhir menikahi sang ibu, Boru Pareme. Dari perkawinan itu, lahirlah tujuh keturunan, yakni Sinaga, Situmorang, Pandiangan, Aritonang, Simatupang, Nainggolan, dan Siregar.
Kisah legenda itulah yang membuat destinasi unik banyak dikunjungi wisatawan di hari libur maupun hari besar. Banyak yang datang ingin merasakan apakah benar tujuh pancuran di sana punya rasa yang berbeda. Ada juga yang ingin membuktikan khasiat air pancuran ini. Ya, pancuran di Aek Sipitu Dai memang punya khasiat masing-masing. Dari enteng jodoh hingga kelancaran dalam proses persalinan.
Saat bekunjung ke Aek Sipitu Dai, kamu bisa mencicipi air dari setiap pancuran. Dengan begitu, kamu bisa membuktikan apakah rasa airnya berbeda dari air pada umumnya. Selain itu, jangan lewatkan berbincang dengan pemandu yang juga warga sekitar lokasi. Mereka akan dengan senang berkisah seputar keunikan dan legenda yang melingkupi mata air tersebut.
Untuk berkunjung, kamu harus menempuh perjalanan dari Tomok, ibu kota Kabupaten Samosir, sejauh kurang lebih 60 kilometer. Di lokasi, kamu harus membayar retribusi Rp 2.000 untuk masuk ke lokasi pancuran.
Bagikan :
Baca artikel lainnya di – batakita.com
Hastag : #budaya #sejarah #aeksipitudai #pangururan #pemandiantujuhrasa
sumber : analisadaily.com