
Sibiangsa juga dikenal di tanah Simalungun. Sultan Saragih dalam tulisannya di lovelysimalungun.com berjudul “Mitos Simalungun: Daya lebur Sibiangsa” bercerita mengenai kerajaan masa lampau bernama Pagar Panei Bosi. Sekitar abad 16, Guru Raya I bernama Tuan Rasaim ditunjuk menjadi pengambil keputusan atas sengketa dan kejahatan yang terjadi di kerajaan.
Keadilan harus dijalankan, biasanya bila perselisihan masih panjang dan belum ada pengakuan kesalahan dari kedua belah pihak atau terus berlarut-larut, terdakwa akan dibawa dan dihadapkan ke tempat sakral yaitu cawan Sibiangsa.
Baca Juga : Mangalahat Horbo, Tradisi Kurban Khas Batak
Cawan ini berbentuk guci yang tertanam di dalam tanah. Sepanjang ritual dilakukan, ia selalu mengeluarkan uap air mengepul tak habis-habisnya ke atas. Maka para sengketa/terdakwa akan dibawa ke Pagar Panei Bosi untuk dipertanyakan kejujurannya di depan tempat sakral dengan cara marbija (bersumpah).
Setelah mengambil sumpah secara sakral di depan Guru Raya, ia masih diminta kesungguhannya melalui tiga tahap pertanyaan kejujuran bertingkat. Bila ia masih belum mengaku kesalahannya juga, Guru Raya akan meminta terdakwa mencelupkan tangan ke dalam cawan keadilan (Sibiangsa) yang mengepulkan uap tadi.
Di sinilah kebenarannya akan diuji. Jika ia benar tangannya tetap utuh, tetapi jika salah atau tidak jujur, sebanyak bagian tangan dimasukkan ke dalam cawan tadi akan habis atau tetap tinggal di dalam cawan. Mengerikan bukan? Terdakwa akan kehilangan sebagian tangannya.

Dalam tulisannya, Sultan Saragih juga menulis penelusuran berikutnya tentang keajaiban daya lebur Sibiangsa ini terdapat di Desa Tinokkah, Nagur Raya, Kecamatan Sipispis, Kabupaten Serdang Bedagai.
Sultan Saragih membeberkan cerita dari Asdan Damanik yang mengenalkan wilayah bekas pusat kerajaan yang dikenal dengan Pamatang Harajaon Nagur. Pusat kerajaan ini dikelilingi oleh tiga lapis parit pertahanan. Parit tersebut sangat dalam. Jika kita melongok ke bawah, tampak lubang kedalamannya 10-20 meter memanjang berbentuk separuh ring.
Berdasarkan kisah dari orangtuanya, parit dengan kedalaman 10-20 meter diciptakan oleh leluhur Simalungun dengan menggunakan tepung Sibiangsa. Tepung yang sudah diberi kekuatan mantra di tebar sepanjang jalur yang dikehendaki. Esoknya tanah yang tersiram oleh tepung tersebut tampak menjadi lebur dan longsor seperti jurang kecil ke bawah. Gambaran wilayah Pamatang Harajaon Nagur dengan parit dalam tiga lapis di depan ini dapat diibaratkan sebagai pertahanan dikelilingi jurang parit agar musuh tidak mudah masuk.
Penelusuran ketiga, kata Sultan Saragih dalam tulisannya, mereka menemukan guci Sibiangsa terbuat dari tanah liat yang tertanam di atas bukit, tepatnya di Desa Dolok Malela, Kecamatan Gunung Malela, Kabupaten Simalungun. Guci tersebut tak jauh dari lokasi tujuh patung kecil yang membentuk lingkaran yang berfungsi sebagai penjaga kampung. Berdasarkan tuturan juru kuncinya, yakni Amir Husin Saragih Silampuyang, guci tersebut sengaja ditutup oleh batu agar tidak mengembalikan daya magis masa lalunya.
Baca juga hal-hal yang berkaitan dengan Sumut di: batakita.com
#sejarahbatak #sukubatak #ritualadatbatak #senjatakhasbatak #tanahbatak #sejarahindonesia #sibiangsa #sejarangsibiangsa
sumber: tagar.id