
Pematang Siantar, kota menawan di Sumatera Utara, tak hanya memikat dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan budaya yang begitu beragam. Masyarakat di kota ini hidup dalam keberagaman etnis—mulai dari Batak, Tionghoa, hingga Melayu—yang membentuk identitas budaya unik dan penuh nilai historis. Tradisi, tarian, dan ritual yang berkembang di kota ini tak sekadar menjadi hiburan, tetapi merupakan warisan sakral yang dijaga turun-temurun, menjadikan Pematang Siantar sebagai destinasi budaya yang patut dikunjungi.
Di tengah gempuran modernisasi, warga Pematang Siantar tetap mempertahankan tarian tradisional sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur. Mereka secara rutin menampilkan Tari Tortor dalam berbagai acara adat Batak, mulai dari pernikahan hingga upacara kematian. Tarian ini tidak hanya menonjolkan keindahan gerak, tetapi juga memuat makna spiritual yang dalam. Iringan gondang, alat musik khas Batak, semakin memperkuat suasana sakral dalam setiap gerakan yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan para leluhur. Tak heran, banyak wisatawan yang sengaja datang untuk menyaksikan keunikan dan keanggunan tarian ini.
Selain tarian, masyarakat Batak di Pematang Siantar juga menjalankan ritual sakral bernama Mangokal Holi. Dalam prosesi ini, keluarga menggali kembali tulang leluhur mereka untuk dipindahkan ke tempat pemakaman baru yang lebih layak. Melalui ritual ini, mereka menunjukkan rasa hormat yang dalam kepada orang-orang tercinta yang telah tiada. Prosesinya melibatkan doa, sesajen, serta kehadiran seluruh keluarga besar, menciptakan suasana haru yang menyentuh. Para peneliti dan pelancong mancanegara pun sering kali tertarik untuk mengamati lebih dekat ritual ini demi memahami kekayaan budaya Batak.
Kehadiran ulos juga memperkuat nilai budaya di Pematang Siantar. Kain tradisional ini memegang peran penting dalam setiap upacara adat. Warga kota menggunakan ulos sebagai simbol cinta kasih, perlindungan, dan restu dalam berbagai peristiwa penting, seperti pernikahan dan kematian. Proses pembuatannya yang rumit menjadi bukti betapa tinggi nilai kain ini di mata masyarakat. Para pengrajin lokal meyakini bahwa setiap motif ulos mengandung cerita dan doa yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Tak kalah penting, tradisi gotong royong yang dikenal sebagai Horja Bius masih dijalankan oleh warga Pematang Siantar. Dalam kegiatan ini, masyarakat bergotong royong membangun rumah, membuka lahan, atau menyelesaikan pekerjaan besar lainnya. Semua orang terlibat—baik yang muda maupun yang tua—untuk memastikan bahwa pekerjaan terselesaikan bersama. Tradisi ini memperlihatkan semangat kolektivitas dan solidaritas yang menjadi ciri khas masyarakat Batak.
Di sisi lain, budaya Simalungun juga turut memperkaya khasanah tradisi lokal. Salah satu ritual khas Simalungun adalah Mangupa, yaitu pemberian doa restu dalam bentuk makanan kepada seseorang yang hendak memulai perjalanan atau babak kehidupan baru. Prosesi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai kekeluargaan dan doa selalu menyertai langkah hidup seseorang. Tak hanya itu, tarian dan musik tradisional Simalungun pun sering tampil dalam festival budaya, menciptakan suasana hangat dan penuh semangat yang membangkitkan rasa bangga akan identitas lokal.
Melihat pentingnya nilai-nilai budaya ini, Pemerintah Kota Pematang Siantar terus berupaya melestarikannya. Mereka menggelar berbagai festival, memperkenalkan pusat budaya dan museum kepada wisatawan, serta mengajak masyarakat untuk tetap mencintai tradisi leluhur. “Kami ingin warisan budaya ini tetap hidup, berkembang, dan dikenal luas, bahkan hingga ke mancanegara,” ujar seorang pejabat kota dengan penuh semangat.
Jangan ketinggalan berita terkini dan konten menarik dari Batakita!
Dukung Kami:
Belajar jadi mudah dan praktis!
Temukan eBook berkualitas di www.platihan.id dan upgrade kemampuanmu!
