Beragam jenis upacara bisa ditemui di Kabupaten Karo. Dari kegiatan rutin tahunan, hingga tradisi yang sudah dilakukan turun temurun. Satu di antaranya adalah Sarsar Lambe khas karo yang merupakan sebuah tradisi bertarung.
Secara adat suku Karo di Sumatra Utara, upacara ini dilakukan secara turun-temurun. Sebagai sebuah tradisi yang dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda apabila ada perselisihan atau permasalahan yang tidak ditemukan jalan keluarnya.
Tradisi ini dilakukan bila musyawarah keluarga atau lembaga sudah tidak dapat ditempuh. Akan tetapi tradisi ini perlahan sudah dihapus dari bagian masyarakat Karo.
Pengertian Sarsar Lame
Sarsar Lambe adalah tradisi bertarung secara adat pada Suku Karo dari Sumatra Utara untuk mencari siapa yang bersalah pada suatu perkara atau perselisihan yang sukar untuk didamaikan.
Tradisi ini ditempuh apabila musyawarah keluarga, kerabat, dan lembaga adat sudah tidak mampu lagi mendamaikan. Keberadaan tradisi sarsar lambe sendiri sudah dihapus dari bagian budaya masyarakat Karo sejak zaman penjajahan Belanda.
Baca Juga :
Tata cara Sarsar Lambe
Umbul-umbul, dipancangkan disebuah lapangan luas, hal ini menandakan akan berlangsung pertarungan dua laki-laki. Penduduk akan membentuk lingkaran, menonton kedua pria yang siap turun berlaga dengan tangan kirinya terikat seutas tali satu sama lain. Lalu, seorang pengetua adat, setelah berpidato singkat, menyerahkan pisau kepada kedua petarung.
Dengan pisau di tangan, kedua petarung mengangkat sumpah: “Pinter bilang ku Dibata” (lurus perhitungan kepada Tuhan). Artinya, cuma Tuhan yang tahu, siapa yang benar di antara mereka. Setelah aba-aba, pertarungan dimulai, tikam menikam pun terjadi. Biasanya ketika seseorang dari mereka mati, maka penonton mempercayai yang bersalah adalah yang mati. Jika keduanya tewas, maka keduanya memang dianggap bersalah.
Dalam tradisi Sarsar Lambe, pisau dijadikan sebagai sarana untuk melakukan tradisi tersebut. Di mana pertarungan akan dilakukan satu lawan satu. Antara masing-masing pihak yang sedang berselisih menggunakan pisau.
Pertarungan tersebut dimulai tentunya dengan aba-aba dan diakhiri dengan aba-aba pula. Dalam upacara ini, hasil akhirnya ditentukan dengan ada yang kalah.
Baca Juga :
Mengenal Tari Adat Unik dan Sakral Suku Batak, Tortor Sipitu Cawan
Sarsar Lambe Sebagai Harga Diri
Mengutip kesimpulan Seminar Adat-Istiadat Karo awal 1977, disimpulkan bahwa masyarakat Karo pada umumnya mempunyai sifat sifat menonjol, yaitu selain beradat, suka menolong, hemat, dan pengasih. Selain itu masyarakat Karo juga dianggap memiliki sifat pendendam dan tahu harga diri. Untuk mempertahankan harga diri mereka, maka tradisi mematikan seperti sarsar lambe, kerap pula ditempuh oleh masyarakat Karo pada zaman dulu.
Pertarungan dalam upacara ini merupakan sebuah tradisi yang menjunjung tinggi harga diri. Khususnya bilamana terjadi perselisihan, dan dan keduanya merasa benar. Maka harga dirilah yang dipertaruhkan dalam tradisi tersebut.
Ikuti