Masyarakat Kabupaten Simalungun merupakan salah satu masyarakat di Sumatera Utara yang kaya akan kesenian dan budaya yang sampai sekarang tetap dijaga kelestariannya.
Rondang Bintang merupakan salah satu tradisi Masyarakat Adat Simalungun sebagai ungkapan kegembiraan dan bentuk rasa syukur Kepada Yang Maha Kuasa yang diwujudkan dengan mengadakan pesta.
Ada beberapa momen yang di-Rondang Bintang-kan oleh Orang Simalungun: Sehabis panen raya (Rondang Bintang Sahuta), mencari atau mendapatkan jodoh (Rondang Bintang Garama & Anak Boru), atau Rondang Bintang untuk momen perpisahan karena hendak menikah. Pesta yang kerap dilakukan biasanya untuk momen yang pertama dan kedua saja. Rondang Bintang (atau Rondang Bittang) dalam Bahasa Indonesia berarti bulan yang bersih. Rondang artinya bersih (gerondong), bintang artinya bulan.
Rondang Bintang Sering diartikan juga sebagai terang-benderang (melebihi terang biasa). Inilah sebabnya mengapa pesta Rondang Bintang biasanya dilaksanakan pada malam hari ketika bulan purnama muncul, kala bintang biasanya sedang bertaburan. Di malam itu masyarakat berpesta diisi dengan kegiatan menari, bermusik, bermain. Kegiatan itu diikuti oleh semua lapisan umur.
Rondang Bintang untuk merayakan hasil panen dan yang bermaksud mencari jodoh antar pemuda-pemudi biasanya digabung menjadi satu. Sejak tahun 1981 pemerintah Kabupaten Simalungun menjadikan Rondang Bintang sebagai agenda wisata resmi yang dilaksanakan setahun sekali.
Pemerintah setempat secara resmi menangani langsung pesta ini dan dilaksanakan bergantian di kecamatan Kabupaten Simalungun. Pertama kali pelaksanaannya adalah di Kecamatan Purba, dan masih berlanjut hingga kini.
Sebelum Rondang Bintang dimulai diadakanlah Tradisi Mamuhun, atau meminta ijin pelaksanaan acara kepada keturunan Raja-raja Simalungun. Pihak yang akan menggelar Rondang Bintang menyerahkan demban (sirih) dan Demban Sise, atau sejumlah uang yang ditaruh di bawah sirih. Juga diserahkan ayam dan beras sebagai bekal dalam pelaksanaan adat.
Dahulu jumlah uang yang diserahkan harus kelipatan 12 sen. Namun sekarang jumlahnya disesuaikan dengan nominal yang berlaku pada saat ini. Prosesi tersebut merupakan wujud penghormatan orang-orang Simalungun kepada raja-raja mereka terdahulu.
Sebelum Indonesia merdeka, Simalungun merupakan wilayah yang dikuasai oleh tujuh kerajaan yang sering disebut sebagai Kerajaan Marpitu. Awalnya Simalungun dipimpin oleh Kerajaan Maropat yang sudah lebih dahulu ada ratusan tahun sebelum Pemerintah Kolonial Belanda datang ke Sumatera.
Seluruh peserta terlebih dahulu pergi ke tapian untuk berpangir. Maksudnya adalah menyucikan diri, supaya roh-roh jahat atau ilmu hitam yang mungkin ada di dalam diri masing-masing pergi. Sekembalinya dari tapian mereka memakai bunga mange-mange (mayang pinang) dan bunga banei pansur (sejenis bunga ehevelin yang harum). Ketika mereka tiba di desa, mereka disambut dengan gendang aning-aning tondui, yaitu gendang penyambut supaya roh para peserta Rondang Bintang selamat.
Pada zaman dahulu, pada pesta ini para gadis keluar menumbuk padi bersama. Jika mereka mendapat perhatian dari sang pemuda, maka para gadispun mengikuti proses maranggir atau pembersihan diri menggunakan jeruk purut sebagai simbol pembersihan badan, hati, dan pikiran. Pada era sekarang Rondang Bintang menjadi kegiatan resmi pariwisata Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Ditampilkanlah beragam tradisi dan tarian Khas Orang Simalungun, seperti menarik rotan (Cerita Otang), perayaan kedinginan (Bodat Nanga Lian), Makail (memancing), tarian Tor-Tor Somba, dan seni bela diri tradisional Orang Simalungun yang disebut dengan Dihar.
Dalam Pesta Rondang Bintang juga diadakan berbagai perlombaan. Ada perlombaan modifikasi busana tradisional Simalungun, lomba musik tradisional, tari-tarian, vokal grup dan solo, hingga pertandingan olahraga tradisional. Hal ini dimaksud agar Budaya Simalungun tetap lestari dan diingat sebagai warisan para leluhur.
FOLLOW US
Baca artikel menarik lainnya di – batakita.com
sumber : id.wikipedia.org