Pemandangan yang menakjubkan di petang hari. Tua, muda hingga anak-anak tampak khusyuk sepanjang salat berjemaah. Meski dipenuhi jemaah, ruangan masjid peninggalan Kesultanan Deli itu tetap dingin.
Masjid Raya Al Mashun menjadi bukti penting eksistensi dari Kesultanan Deli. Selain Istana Maimoon yang megah pastinya. Masjid ini juga ramai tak hanya waktu salat saja. Apa lagi saat Ramadan, pengunjungnya pasti berlipat-lipat jumlahnya.
Baca Juga
LEGENDA SI RAJA LONTUNG KETURUNAN SI RAJA BATAK
Masjid Raya Al Mashun, memiliki daya tarik tersendiri. Baik bagi warga Kota Medan atau wisatawan dalam negeri hingga mancanegara. Masjid Raya Al Mashun juga menjadi salah satu ikon kota Medan.
1. Masjid dibangun kurun waktu tiga tahun pada lebih dari satu abad lalu
Era pembangunan Masjid Raya Al Mashun dimulai pada 1906. Perancangnya disebut berasal dari Belanda bernama Van Erp yang lalu diteruskan oleh J.A Tingdeman. Pembangunan memakan waktu tiga tahun dan rampung pada 1909.
Masjid dibangun dengan pengaruh gaya arsitektur khas India, Spanyol dan Timur Tengah. Masjid dirancang berbentuk segi delapan. Menjadi bukti sejarah Kesultanan Deli yang tersohor di masa kejayannya.
Masjid di bangun dimasa kepemimpinan Sultan Ma’mun Al Rasyid Perkasa Alam. Tepatnya pada 21 Agustus 1906 dan rampung pada 10 September 1909.
Konon katanya, pembangunan masjid memakan biaya satu juta gulden (mata uang Belanda dulu) . Memang sangat mewah. Karena sultan berprinsip rumah ibadah harus lebih mewah ketimbang istananya.
Pendanaan pembangunan masjid ini ditanggung sendiri oleh Sultan. Namun konon Tjong A Fie, tokoh Tionghoa dari Kota Medan yang sezaman dengan Sultan Ma’mun Al Rasyid turut berkontribusi mendanai pembangunan masjid ini.
2. Masjid dibangun dengan material impor
Dari berbagai sumber menyebutkan, sebagian bahan bangunan masjid diimpor dari luar negeri. Antara lain, marmer untuk dekorasi diimpor dari Italia, Jerman dan kaca patri dari Cina dan lampu gantung langsung dari Prancis.
Baca Juga
Manghutti Tandok Tradisi Agraris Suku Batak
JA Tingdeman, sang arsitek merancang masjid ini dengan denah simetris segi delapan dalam corak bangunan campuran Maroko, Eropa dan Melayu dan Timur Tengah.
Alhasil bangunan menjadi begitu unik di bagian dalamnya. Tidak seperti masjid-masjid kebanyakan. Pantas saja Masjid Raya Al Mashun punya nilai eksotisme tersendiri.
3. Keindahan masjid bertambah dengan empat beranda di setiap penjuru
J.A Tingdeman tampaknya memang begitu jenius dalam merancang Masjid Raya Al Mashun. Masjid dibentuk persegi delapan. Di setiap penjurunya diberi beranda dengan atap kubah hitam. Melengkapi kubah utama yang berukuran paling besar.
Bangunan masjid terbagi menjadi ruang utama, tempat wudhu, gerbang masuk dan menara. Lalu Ruang utama, tempat sholat, berbentuk segi delapan tidak sama sisi. Pada sisi berhadapan lebih kecil, terdapat ‘beranda’ serambi kecil yang menempel dan menjorok keluar.