
sumber gambar : infobudaya.net
Provinsi Sumatera Utara yang dihuni oleh berbagai etnis ini tentu saja menarik minat khalayak ramai untuk mengenal adat, budaya, sejarah serta panorama yang terbentang di sana. Batak Toba menjadi bagian dari provinsi Sumatera Utara yang sangat menarik untuk dipelajari dan ditelusuri adat budayanya. Terutama kebiasaan meminum tuak saat kegiatan adat di desa setempat. Jika berbicara tentang makanan dan minuman khas Indonesia tentu tidak akan pernah habis untuk dibahas, salah satunya Minuman Tuak.
Tuak adalah suatu jenis minuman beralkohol Nusantara yang dihasilkan dari hasil fermentasi nira kelapa atau jenis pohon lain penghasil nira (seperti aren), serta beras. Minuman ini berasal dari beberapa daerah di Indonesia seperti Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Tuak memiliki kekhasan dari masing-masing daerah asalnya.

Tradisi minum arak sudah menyebar ke seluruh pelosok nusantara dan hampir semua suku bangsa melakukannya. Terutama bagi bangsa batak toba sangat menyukai kebersamaan, duduk, makan, dan berdiskusi pada suatu tempat. Tempat terjadinya perkumpulan tersebut diberi sebutan Lapo tuak. Biasanya, laki-laki Batak Toba akan menggelar perkumpulan setelah sepulang kerja, bersantai, berbincang sambil menikmati arak dan makanan khas sukunya.
Suasana Lapo Tuak yang memberi kehangatan membuat para pengunjungnya ingin kembali hingga menjadi kebutuhan dan kebiasaan. Bangunannya tersebut memang dialokasikan sebagai ruang interaksi dengan konsep kekeluargaan di wilayahnya. Menjamurnya Lapo Tuak di desa-desa mendorong tumbuhnya ruang publik sehingga menghasilkan banyak interaksi. Bentuk-bentuk interaksi yang terjadi berupa kerjasama, akomodasi, dan seringkali menimbulkan persaingan serta konflik.
Meski begitu, pertemuannya tersebut secara tidak langsung akan membentuk dan menjaga relasi sosial. Dengan terjaganya relasi, maka sistem sosial masyarakat di desanya akan terpelihara baik.
Legenda Jamuan Tuak Pada Upacara Adat Batak Toba

Tuak yang seringkali disediakan pada upacara adat adalah jenis tangkasan. Tuak tangkasan dibuat dari tanaman mayang bagot murni, tanpa memakai campuran ratu sehingga cita rasanya manis. Ketika tuaknya dibuat dari mayang bagot, pembuat serta peminumnya perlu tahu tentang keberadaan legendanya. Legendanya berawal dari Putri Si Boru yang dipaksa kawin dengan seorang pria cacat.
Orang tua Putri terpaksa menerima laki-laki cacat untuk dikawinkan dengan anaknya karena telah diberikan sejumlah uang. Karena terus dipaksa, Putri Si Boru akhirnya melompat hingga terbenam ke dalam tanah. Perbuatannya mengubah Putri menjadi tanaman Mayang Bogut atau bahan pembuat tuak tangkasan. Karena perbuatan tercela melompat dengan sengata, Putri Si Boru dianggap sebagai seseorang yang berdosa.
Ini menjadi alasan mengapa tuaknya tidak dihidangkan pada upacara Dewata. Tuaknya hanya akan dihidangkan ketika upacara adat resmi manuan ompu-umpu serta manulangi, atau hanya sebagai persembahan kepada nenek moyang. Ini juga menjadi alasan mengapa seseorang yang telah meninggal, pada kuburannya akan ditanami tanaman di atas tambaknya. Menurut aturan adat setempat, para keturunan wajib menyiramkan kuburan tetuanya dengan tuak.
Tuak masih memegang posisi sebagai minuman yang dikonsumsi sehari-hari bagi para lelaki Batak Toba. Kebiasaan meminumnya memang menjadi lebih menonjol daripada penggunaannya dalam upacara adat.

Baca juga berita lainnya di batakita.com
sumber : www.infobudaya.net