
Suku Batak dikenal sebagai suku yang sangat setia dalam melaksanakan upacara adat atau tradisi-tradisi dalam berbagai kegiatan sedari dulu. Bagi masyarakat Batak, adat adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Batak untuk mempertinggi kualitas hidup mereka dan merupakan identitas kebudayaannya.
Ulos adalah identitas budaya Batak, Sumatra Utara. Kain tenun ini juga ada di semuasubetnis Batak, baik Karo, Toba, Mandailing , Angkola, Pakpak, serta Simalungun. Dalam bahasa asalnya “Ulos” berarti kain selimut. Nenek moyang Suku Batak adalah orang gunung. Terdorong dinginnya hawa pegunungan, tetua suku merajut lembar kain spesial sebagai kain sarung, selimut, selendang, untuk orang-orang yang disayangi.
Lambat-laun Ulos menyatu dalam budaya, tradisi, bahkan religi Batak. Ada pemaknaan di setiap motif, warna, pun cara pemakaiannyas. Ia hadir dalam upacara pernikahan, kelahiran, bahkan kematian, Ulos tak sekadar dipakai sebagai bagian dari busana. Ia bisa menjadi simbol sebuah doa untuk mendapatkan berkah, yang kadang dirapalkan dalam iringan tarian tor-tor.

Dalam budaya Batak ada tradisi mangulosi, yakni proses mengalungkan kain Ulos ke pundak orang lain. Dirunut dari sejarahnya, mangulosi punya makna memberi perlindungan dari segala gangguan. Tradisi mangulosi dilakukan orang yang dituakan kepada kerabat yang memiliki partuturan, kedudukan yang lebih rendah seecara adat, seperti orang tua pada anak. Dalam upacara pernikahan Batak, ada tradisi mangulosi dari tulang (Paman) kepada kedua pengantin, hal yang menunjukkan kekhasan relasi dalam keluarga Batak.
Mangulosi merupakan proses penyematan ulos yang dari keluarga perempuan untuk kedua pengantin. Mangulosi merupakan simbol dari wujud kasih sayang sipemberi ulos kepada sipenerima (yaitu kedua pengantin). Dengan menyematkan ulos kepada si pengantin dipercaya sebagai jalan menyampaikan doa yang bersih untuk kedua mempelai.
Baca Juga : Marturtur atau Bertutur Sapaan Dalam Kebudayaan Batak
Filosofi dari Ulos yang dijadikan sebagai “Selimut waktu dingin, dan perlindung di saat panas” juga merupakan fungsi nyata ulos sebagai kain namun dari hal tersebutlah diharapkan bahwa pemberian ulos ini menjadi bentuk perlindungan dalam situasi apapun. Pada proses pemberi ulos, tidak dengan hanya menyematkan ulos saja, melainkan juga memberi nasihat kepada pengantin untuk senantiasa selalu rukun, serta bahagia.

Pemberian ulos yang disertai nasihat, petuah dan doa membuat prosesi mangulosi ini memberikan makna suka cita kepada pengantin, diharapkan atas suksesnya pemberkatan di Gereja, begitupula suksesnya adat yang dilaksanakan kedua belah pihak.
Proses adat mangulosi ini dimulai dengan pemberian ulos oleh orang tua mempelai parboru kepada pengantin serta diberikan nasihat-nasihat dan doa-doa pernikahan. Dengan diiringi gondang Batak, mereka menari tor-tor sebelum pemberian ulos ini, menjadi pertanda bahwa Ulos pada saat mangulosi disematkan doa dengan penuh gembira.
Awal pemberian ulos dari acara mangulosi diberikan oleh orang tua dan atau mewakili orang tua yaitu hula-hula. Kemudian dilanjutkan dengan mangulosi orang tua dari pihak paranak. Sebagai wujud dititipkannya lah mempelai wanita kepada mereka, agar senentiasa diberikan kasih sayang dan perlindungan juga sebagai wujud penghormatan.
Lalu setelah itu diikuti proses pemberian ulos kepada pengantin dari Bapak Uda Na (pamannya) beserta isteri (inang uda na) dengan umpasa-umpasa atau doa-doa yang sama baiknya. Kedua proses ulos ini adalah pemeberian ulos yang sangat penting karena pemberian ulos ini diberikan oleh keluarga yang terdekat dengan pengantin perempuan.

Mangulosi dari keluarga inti telah disematkan, dengan pada posisi duduk yang masih tetap sama Gondang Batak kembali dimainkan, kemudian berlanjutlah dengan proses mangulosi selanjutnya dari pihak marga yang berkaitan dengan keluarga inti. Yaitu Keluarga dari istri abang.
Setelah proses adat ini, keluarga inti dari pihak parboru yaitu yang memberikan ulos pertama dan kedua diberikan uang oleh keluarga inti tersebut yang mana merupakan uang sisa sinamot dimana semua keluarga inti memberi uang sambil menari Tortor.
Makna dari mangulosi ini agar yang pemberian ulos merasakan kebahagiaan yang sama dengan keluarga inti. Selanjutnya ulos diberikan oleh marga-marga lain yang berhubungan dengan keluarga. Yaitu keluarga dari marga yang berkaitan dengan si parboru seperti marga opung boru na (opung perempuannya), suami dari kakak atau adik perempuannya, amang boru na (marga dari suami tantenya), dan proses tersebut terus berlangsung berulang-ulang dengan cara yang sama.
Kemudian terakhir di tutup dengan keluarga Tulang Na (paman dari keluarga ibu pengantin perempuan). Hal tersebut berbeda karena dalam adat Batak Tulang adalah yang paling dihormati dan disayangi sehingga jumlah uang dan diberkan haruslah lebih besar jumlahnya dari yang jumlah yang lain sebagi wujud martabat keluarga perempuan.
Setelah proses mangulosi tersebut, pengantin digiring mengitari tempat pesta sebanyak tiga kali putaran dengan keadaan ulos membelit tubuh keduanya dan ujung ulosnya ditarik oleh keluarga pihak paranak dan kemudian pada putaran terakhir pengantin diarak ke kursi pelaminan.
Sambil menari tortor dan diiringi Gondang Batak sebagai wujud kegembiraan bahwa parboru telah menjadi milik paranak dan diterima dengan senang hati. Dan jadilah pasangan pengantin menjadi pasangan Batak yang lengkap dan diakui secara adat.

FOLLOW
Baca artikel menarik lainnya di – batakita.com
sumber : sibatakjalanjalan.com