
Rencana pernikahan telah dibuat dengan cepat tanpa meminta persetujuan si gadis. Sementara si gadis setiap harinya selalu dirundung kesedihan dan matanya bengkak karena sering menangis. Dia menangis karena tidak bisa lagi bertemu dengan kekasihnya. Demikian juga dengan sang pemuda selalu resah dan gelisah karena tak bertemu pujaan hatinya.
Dengan di dorong oleh rasa rindu yang menggebu maka nekatlah sang pemuda menemui sang gadis di rumahnya dengan mengendap-endap pada malam hari. Dalam keadaan gelap gulita sang pemuda mendekati kamar sang gadis dan memanggil namanya dengan suara yang lembut dan pelan. Sebab ia takut ketahuan orang tau si gadis.
Ketika sang gadis mengetahui dan mendengar suara kekasihnya maka dengan segera ia membuka jendelakamarnya.
Baca Juga: Sibiangsa, Ritual dan Senjata Mengerikan dari Tanah Batak
Dari jendela kamarnya sang gadis mengatakan kepada pemuda itu bahwa ia dalam masa pingitan dan akan segera di nikahkan dengan sepupu dekatnya. Terkejutlah sang pemuda, lalu menyarankan si gadis untuk kabur bersamanya.
Setelah bersepakat untuk bertemu di bukit tempat mereka biasa bertemu, pulanglah si pemuda ke rumahnya. Pada keesokan harinya pergilah si pemuda ke bukit tempat mereka janji bertemu. Dia menunggu sang gadis dengan perasaan gelisah.
Sementara sang gadis berusaha keluar dari rumahnya lewat jendela. Tapi memang malang nasib si gadis karena masih dalam perjalanan ternyata keluarganya mengetahui niat si gadis lalu memaksanya pulang, dan hari itu juga dia di nikahkan dengan sepupunya.

Sementara sang pemuda sudah gelisah tak menentu menunggu kedatangan sang gadis. Dia berjalan mondar mandir kesana kemari mencari sang gadis sambil berteriak memanggil “darling”, tapi yang ditunggu dan di harapkan tak kunjung tiba. Sang pemuda tak mengetahui jika sang gadis telah menikah dan tak mungkin bertemu dengannya lagi.
Setiap hari yang dilakukannya haya mondar mandir di bukit tersebut sambil memanggil “darling”. Sehingga pada akhirnya dia memutuskan untuk meninggalkan Berastagi sambil membawa luka hatinya. Sebelum pergi, ia memandangi bukit tempat ia bertemu dengan gadisnya. Maka terucaplah kata “good bye darling” yang artinya “ selamat tinggal sayang”.
Dia mengucapkan kata-kata itu berulang-ulang sambil teriak sampai bukit tersebut tak kelihatan lagi di pelupuk matanya. Masyarakat sekitar yang tak mengerti apa yang diucapkan sang pemuda karena bahasa yang berbeda mengubah pengucapan “good bye darling” dengan “gundaling”. Sejak saat itu bukit tersebut diberinama “gundaling”.
Bagikan:
Baca juga hal-hal lainnya: batakita.com
Hastag: #sejarah #terpilih #medan #sumut #bukitgundaling #tempatwisata #wisatamedan
Sumber: disbudpar.sumutprov.go.id