Ringkasann Kilat:
• Rigen tampil sebagai juara tak terduga, sementara Rahmet dan Indra ikut naik kelas sebagai komika nasional.
• Setiap finalis hadir dengan gaya, latar daerah, dan persona unik—tidak ada komedi yang seragam.
• Bukan hanya soal pemenang, tetapi tentang karakter ikonik, cerita kuat, dan identitas komedi yang membekas.
Disclamer: This overview was created with AI support.
Tahun 2015 jadi salah satu momen seru dalam sejarah stand-up comedy Indonesia. Kompas TV kembali menghadirkan Stand Up Comedy Indonesia (SUCI) Season 5, yang menyuguhkan persaingan seru dari 16 komika berbakat dari berbagai daerah di Tanah Air. Dari logat khas Betawi, gaya absurd ala anak indie, sampai act-out penuh tenaga—semuanya tumpah ruah di panggung SUCI 5. Yang bikin musim ini beda, untuk pertama kalinya Grand Final diikuti oleh tiga komika, menjadikan kompetisi makin panas dan sulit ditebak.
Formasi juri tahun ini tetap solid: Indro Warkop, Feni Rose, dan Raditya Dika, yang masing-masing punya karakter kuat dalam menilai. Sementara itu, Pandji Pragiwaksono masih setia jadi host dengan gaya jenakanya yang khas. Audisi digelar di 7 kota besar, dan dari ratusan peserta, akhirnya terpilih 16 finalis yang siap unjuk gigi. Tak hanya diwarnai gelak tawa, kompetisi ini juga dipenuhi kejutan—mulai dari babak callback dramatis, peserta dengan persona ekstrem, hingga gaya komedi yang benar-benar fresh. Yuk, kita kilas balik satu per satu para finalis SUCI 5, dari sang juara hingga yang harus close mic paling awal!
Rigen, Sang Juara dengan “Marah-marah Lucu”

Juara pertama SUCI 5 diraih oleh Rigen (M. Rizki Rakelna), komika asal Bima, Nusa Tenggara Barat. Awalnya bukan unggulan, Rigen justru tampil konsisten dan mengejutkan hingga akhirnya keluar sebagai pemenang. Ia dikenal dengan kemampuan storytelling yang rapi, dikemas dalam persona emosional seolah sedang marah, namun justru mengundang gelak tawa. Di babak Grand Final, gaya “marah-marah lucu” ini sukses mengungguli dua finalis lainnya, Rahmet Ababil dan Indra Frimawan. Kemenangan Rigen menegaskan bahwa karakter kuat dan kejujuran panggung bisa mengalahkan prediksi apa pun.
Rahmet Ababil, Energi Muda Penuh Act-out

Posisi runner-up ditempati oleh Rahmet Ababil (Rahmat Hidayat), komika muda asal Jakarta yang kala itu baru berusia 19 tahun. Ia menjadi kontestan termuda di SUCI 5 dan dikenal dengan aksi act-out yang ekspresif, logat Betawi yang kental, serta cerita keseharian sebagai lulusan STM. Persona “anak sekolah bandel” yang dibawakannya terasa hidup, berani, dan segar. Energi mudanya membuat setiap penampilan Rahmet terasa eksplosif dan membekas hingga babak final.
Indra Frimawan

Di posisi ketiga ada Indra Frimawan, komika asal Jakarta dengan ciri khas one-liner singkat berpola punchline cepat. Gaya deadpan, ekspresi datar, dan celetukan absurd membuat komedinya terasa unik dan berbeda dari finalis lain. Meski hanya meraih juara tiga, Indra meninggalkan kesan kuat lewat joke-joke “aneh tapi lucu” yang kini menjadi identitasnya.
Dani Aditya
Menembus empat besar, Dani Aditya (Adityanta Dani) dari Malang tampil sebagai pelopor komika difabel di panggung SUCI. Seluruh penampilannya dilakukan dari kursi roda, dan ia kerap menjadikan keterbatasannya sebagai materi komedi yang jujur, reflektif, dan menginspirasi. Dengan gaya self-deprecating yang tulus, Dani membuktikan bahwa komedi bisa menjadi ruang inklusif tanpa kehilangan daya tawa.
Kalis
Di lima besar, nama Kalis (Isro Kalis Rubeda) menjadi salah satu yang paling ikonik. Meski sempat tersingkir di 13 besar, ia kembali lewat babak callback dan melaju hingga lima besar. Persona ekstrem dengan penampilan berjanggut, teriakan “Allahu Akbar!”, serta kritik sosial yang tajam membuatnya dijuluki “Teroris SUCI 5”. Di balik tampilan garangnya, materi Kalis sarat pesan moral dan humor cerdas, hingga membentuk fanbase militan bernama Laskar Kalis.
Afif Xavi
Posisi enam besar ditempati Afif Xavi (Afif Syafi’i) dari Jakarta. Logat Betawi yang kental menjadi senjata utamanya, membuat celetukan sederhana terdengar renyah dan dekat dengan keseharian anak muda Jakarta. Gaya santai namun berani membuat Afif konsisten menghibur hingga langkahnya terhenti di enam besar.
Barry Williem
Barry Williem asal Bekasi finis di posisi tujuh besar. Ia dikenal dengan gaya observasional yang mengangkat kehidupan mahasiswa dan keseharian “anak Bekasi”. Sempat digadang-gadang sebagai kuda hitam, Barry harus tersingkir menjelang semifinal, namun materinya yang ringan dan relatable tetap membekas di ingatan penonton.
Heri Horeh
Di delapan besar ada Heri Horeh (Heri Saputra), komika senior asal Depok dengan tagline khas “horeh!”. Materinya banyak berkisar pada kehidupan rumah tangga dan pengalaman kerja, disampaikan dengan gaya bapak-bapak yang santai. Kesalahan melewati batas waktu tampil membuatnya harus close mic, namun karakternya tetap dicintai penonton dewasa.
Dicky Difie
Posisi sembilan besar ditempati Dicky Difie (Dicky Fachrizal). Persona kemayu dengan gestur gemulai, suara melengking, dan gaya feminin membuatnya sangat mudah dikenali. Karakter yang ekstrem ini sukses memberi warna berbeda di SUCI 5, meski perjalanannya terhenti di sembilan besar.
Wira Nagara
Di sepuluh besar ada Wira Nagara, komika asal Banjarnegara dengan gaya puitis yang unik. Ia memadukan stand-up comedy dengan puisi dan kata-kata romantis, menciptakan pengalaman menonton yang berbeda: lucu sekaligus menyentuh. Meski harus close mic lebih awal, gaya Wira menjadi salah satu yang paling diingat musim ini.
Finalis Lain yang Tak Kalah Berwarna
Posisi 11 hingga 16 besar diisi oleh nama-nama dengan warna lokal yang kuat. Tomy Babap dari Tangerang dikenal lewat humor kawasan industri dan logat Banten. Abdul Rachman tampil dengan gaya deadpan dan premis nyeleneh tentang Jakarta. Anjas Wirabuana membawa semangat Indonesia Timur lewat logat Makassar yang ceplas-ceplos. Ridho Brado dari Medan tampil blak-blakan dengan logat Batak yang lantang. Ubay dari Purwokerto menghadirkan humor santai dengan logat ngapak Banyumasan. Sementara Baim dari Balikpapan, meski tereliminasi pertama, tercatat sebagai komika pertama asal Balikpapan yang tampil di panggung SUCI.
SUCI Season 5 bukan sekadar kompetisi, melainkan panggung perayaan keberagaman komedi Indonesia. Dari Rigen dengan amarah jenaka, Indra dengan absurditas cepat, hingga Wira dengan puisi romantis, musim ini menghadirkan spektrum humor yang luas dan berani. Meski tak semua membawa pulang piala, setiap finalis pulang dengan cerita, pengalaman, dan penggemar masing-masing. SUCI 5 akan selalu dikenang sebagai salah satu musim paling berwarna—sebuah bukti bahwa tawa bisa lahir dari siapa saja, dengan cara yang berbeda-beda.
Jangan ketinggalan berita terkini dan konten menarik dari Batakita!
Dukung Kami:
Belajar jadi mudah dan praktis!
Temukan eBook berkualitas di www.platihan.id dan upgrade kemampuanmu!
Belajar Mewarnai Jadi Lebih Kreatif
Mewarnai adalah salah satu cara belajar yang paling banyak diminati oleh anak-anak
Dengan gambar-gambar lucu dan menarik, ebook ini memberikan kesempatan bagi si kecil untuk berkreasi dan mengasah keterampilan motorik halus mereka
Siapkan krayon, Ajak si kecil Mewarnai!




