Emmy Indriyawati dalam “Antropologi” menyebutkan bahwa suku Batak menganut sistem kekerabatan patrilineal. Sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat Batak didasarkan pada satu ayah dan satu kakek atau satu nenek moyang.
Sistem kekerabatan berdasarkan satu ayah dikenal dalam dua istilah lokal, yaitu sada bapa sebagai bahasa Karo dan saama yang merupakan bahasa Toba. Seperti pada umumnya, kelompok kekerabatan terkecil dalam suku Batak merupakan jabu dan ripe.
Jabu adalah istilah bagi keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. Sementara ripe merupakan istilah bagi keluarga luas virilokal, yang bertempat tinggal di rumah keluarga pihak laki-laki. Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Batak untuk tetap tinggal di rumah orang tua bahkan setelah menikah.
Sistem kekerabatan yang lain adalah berdasarkan satu kakek atau nenek moyang. Istilah lokal pada bentuk kekerabatan ini dikenal sebagai sada nini dalam bahasa Karo dan saompu dalam bahasa Toba.
Kekerabatan pada masyarakat Batak memiliki dua jenis, yaitu kekerabatan yang berdasarkan pada garis keturunan atau geneologis dan berdasarkan pada sosiologis.Semua suku bangsa Batak memiliki marga, inilah yang disebut dengan kekerabatan berdasarkan geneologis.Sementara kekerabatan berdasarkan sosiologis terbentuk melalui perkawinan. Sistem kekerabatan muncul di tengah-tengah masyarakat karena menyankut hukum antar satu sama lain dalam pergaulan hidup.
Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Simamora, kesatuan adatnya adalah Marga Simamora vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Suku bangsa Batak terbagi ke dalam enam kategori atau puak, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Masing-masing puak memiliki ciri khas nama marganya. Marga ini berfungsi sebagai tanda adanya tali persaudaraan di antara mereka.Satu puak bisa memiliki banyak marga.
- Pada suku Batak Karo terdapat 5 marga, yaitu marga Karo-karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, dan Parangin-angin. Dari lima marga tersebut terdapat submarga lagi. Total submarganya ada 84.
- Suku Batak Toba Simangunsong, Marpaung, Napitupulu, dan Pardede, Simamora, Simatupang, Siregar, Sinaga, Situmorang dan lain-lain), tetapi juga marga bisa berarti sub klan (misalnya : Siburian, Silo, Nababan dan sebagainya). Marga juga nisa berarti gabungan klan (misalnya : Lontung, Suruba, dan Borbor).
- Pada suku Batak Pakpak, mereka diikat oleh struktur sosial yang dalam istilah setempat dinamakan sulang silima yang terdiri dari lima unsur, yaitu Sinina tertua (Perisang-isang, keturunan atau generasi tertua), Sinina penengah (Pertulan tengah, keturunan atau generasi yang di tengah), Sinina terbungsu (perekur-ekur, keturunan terbungsu), Berru yakni kerabat penerima gadis, dan Puang yakni kerabat pemberi gadis.
- Batak Simalungun terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba.Keempat marga ini merupakan hasil dari Harungguan Bolon (permusyawaratan besar) antara empat raja besar dari masing-masing raja tersebut, untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan.
- Pada Batak Mandailing hanya dikenal beberapa marga saja, antara lain Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang, dan Hutasuhut.
Kelompok kekerabatan Batak diambil dari garis keturunan laki-laki atau patrilineal. Seorang Batak merasa hidupnya lengkap jika ia telah memiliki anak laki-laki yang meneruskan marganya. Menurut buku “Leluhur Marga Marga Batak”, jumlah seluruh Marga Batak sebanyak 416, termasuk marga suku Nias.
Kelompok laki-laki dari satu garis keturunan disebut Dongan Sabutuha dan kelompok perempuan dari garis keturunan yang sama (kawin dengan laki-laki dari marga lain-exogam) disebut boru. Bagi kelompok boru sebagai pihak penerima istri, seluruh keluarga marga istrinya adalah hulahula, sehingga mardongan sabutuha adalah kinship relation sedangkan marhulahula serta marboru adalah affinity relation (BH Harahap, 1987:106).
Dalam affinity relations atau hubungan affinal antara kelompok hulahula dan kelompok boru secara timbal balik itulah sebenarnya merupakan tatanan inti kekerabatan adat batak yaitu Dalihan Natolu.Tata tertib atau tatakarama saling hubungan di antar keduanya juga diatur dengan elek marboru bagi kelompok boru terhadap hulahula-nya.
http://blog.unnes.ac.id/warungilmu/2015/11/15/sistem-kekerabatan-suku-batak/
https://tirto.id/mengenal-kebudayaan-suku-batak-sistem-kekerabatan-hingga-agama-giSW
whoah this blog is wonderful i really like reading your articles. Keep up the great paintings! You realize, a lot of people are hunting round for this info, you could help them greatly.
I have read so many posts about the blogger lovers however this post is really a good piece of writing, keep it up
whoah this blog is wonderful i really like reading your articles. Keep up the great paintings! You realize, a lot of people are hunting round for this info, you could help them greatly.
I have read so many posts about the blogger lovers however this post is really a good piece of writing, keep it up
Great selection of modern and classic books waiting to be discovered. All free and available in most ereader formats. download free books